Remaja Berjilbab Merenggut Keperawananku

Cerita Sex ini merupakan sebuah cerita dewasa yang kesannya sangat natural banget dan gagasannya sanget menarik dan nakal kalau dibaca dari awal pasti akan seru banget! cerita sex dewasa ini dikirimkan oleh seorang member situs ini yang minta nama dan identitasnya dirahasiakan ok kita langsung aja ke ceritanya : Meskipun awalnya ragu, akhirnya Pertiwi mau juga masuk ke rumah Muhris. Dadanya berdegup kencang karena ini adalah kali pertama ia main ke rumah teman prianya. Kamu tentu tahu Madrasah ‘Aliyah tempat mereka berdua bersekolah melarang hubungan lawan jenis seperti ini. Seperti halnya perintah tegas Sekolah kepada setiap siswi untuk mengenakan jilbab.

Tapi Pertiwi tak bisa menolak ajakan teman yang ia sukai itu. Dua tahun sudah mereka saling mengenal, sejak keduanya sama-sama duduk di bangku kelas satu. Dan perasaan suka itu muncul di hati Pertiwi tak lama setelah pertemuan pertamanya. Kalau tidak karena Muhris memberi sinyal yang sama, Pertiwi tentu sudah melupakan perasaannya. Tapi cowok itu terus saja bersikap spesial kepadanya, hingga cinta jarak jauh mereka terjalin erat meski tanpa kontak fisik.

Lalu tiga bulan yang lalu saat menjelang Ujian Akhir Sekolah. Kelas pria dan wanita yang biasanya terpisah mulai digabung di beberapa kesempatan karena alasan peningkatan intensitas pelajaran. Siswa putra duduk di barisan depan, sedang yang putri di bagian belakang. Tapi Muhris duduk di barisan putra paling belakang sedang Pertiwi di barisan putri paling depan. Maka tak ayal Muhris berada tepat di depan Pertiwi. Dan itulah awal kontak terdekat yang terjadi pada mereka. Biasalah… Awalnya pura-pura pinjam alat tulis, tanya buku, ini… itu… Tapi senyuman makin sering tertukar dan kontak batin terjalin dengan pasti. Kadang ada alasan bagi keduanya untuk tidak keluar buru-buru saat istirahat, hingga ada masa singkat ketika mereka hanya berdua di dalam kelas; tanya-tanya pelajaran—alasan basi yang paling disukai setiap orang.

Dua bulan lebih dari cukup untuk memupuk rasa cinta. Meski pacaran adalah terlarang, dan keduanya belum pernah saling mengutarakan cinta, tapi semua teman mereka tahu keduanya adalah sepasang kekasih. Hubungan cinta yang unik di jaman yang serba bebas ini. Dan Pertiwi begitu menikmati perasaannya. Setiap waktu teramat berharga. Sekilas tatapan serta seulas senyuman selalu menjadi bagian yang menyenangkan. Lalu cinta mulai berkembang saat kenakalan muncul perlahan-lahan. Pertiwi sempat ragu saat Muhris memintanya untuk datang ke Mall M sepulang sekolah sore itu. Sejuta perasaan bahagia membuncah di hati Pertiwi, bercampur dengan rasa takut dan kegugupan yang luar biasa. Ia nyaris pulang lagi saat sore itu ia berdiri di pintu Mall untuk bertemu dengan Muhris. Tapi cowok itu keburu melihatnya hingga ia tak dapat menghindar lagi. Ia tahu bahwa dirinya salah tingkah selama kencan pertama mereka.

Malamnya Pertiwi tak bisa tidur. Membayangkan tentang betapa menyenangkannya kencan mereka, saat untuk pertama kalinya Muhris menggenggam tangannya selama berkeliling melihat-lihat banyak hal. Seluruh tubuhnya terasa panas dingin. Muhris bahkan membelikan sebuah hadiah berupa kalung mutiara yang sangat mahal untuk ukuran dirinya. Untaian mutiara itu sangat indah, putih memancarkan kilau yang terang. Cowok itu berkata, “Walaupun aku tak akan dapat melihatmu mengenakan kalung itu, kuharap kamu mau tetap mengenakannya.” Dan tentu saja ia senantiasa mengenakan kalung mutiara itu.

Satu bulan itu dihiasi dengan kencan sembunyi-sembunyi yang sangat mendebarkan. Seperti bermain kucing-kucingan dengan semua orang yang Pertiwi kenal. Kalau ada satu saja orang yang tahu Pertiwi berduaan dengan seorang pria di Mall, maka Pertiwi tak dapat membayangkan petaka apa yang akan menimpanya. Tapi berhenti dari melakukan itu ia yakini lebih mengerikan daripada terus menjalaninya. Karena, di sore itu, di satu sudut yang sepi di dalam Mall, tiba-tiba saja Muhris mencium pipinya dengan cepat tanpa mengatakan apapun juga. Hanya sekilas, dan Muhris membuat seolah-olah itu tak pernah terjadi. Tapi pengaruhnya sangat besar pada diri Pertiwi. Karena seluruh perasaannya bergemuruh dan membuncah. Bercampur aduk hingga ia hanya bisa diam saja seperti orang bodoh. Sisa sore itu berlalu tanpa ada dialog apapun, karena Pertiwi tahu wajah putihnya telah berubah semerah udang rebus. Meninggalkan kesan terindah yang terbawa ke dalam mimpi bermalam-malam sesudahnya.

Tiga hari sejak peristiwa itu Pertiwi selalu berusaha menghindar dari Muhris. Ia merasa malu, bingung dan takut. Bagaimanapun juga satu sisi perasaannya masih memiliki keyakinan bahwa cinta mereka mulai melewati batas. Tapi ia belum tahu cara kerja nafsu. Karena ketika akhirnya mereka bertemu kembali, Pertiwi tak bisa menolak saat di banyak kesempatan Muhris mencium pipinya berkali-kali; kanan dan kiri. Bahkan, saat Muhris semakin nakal dengan meremas tangannya, memeluk tubuhnya dan mencium bibirnya (meski semua itu dilakukan Muhris tak lebih dari lima detik saja), Pertiwi hanya terpana dan sangat menikmati semuanya. Sebelum berpisah, Muhris berbisik pelan kepadanya, “Kamu mau, kan, main ke rumah esok sore?”
Anehnya, seperti seorang yang terhipnotis, Pertiwi mengangguk…
Maka, sore itu, dengan mengenakan gamis bercorak ceria khas remaja dengan hiasan renda bunga melati, dipadukan dengan jilbab pink yang disemati bros berbentuk kupu-kupu, juga sebuah tas jinjing dari kain kanvas, Pertiwi duduk di sofa ruang tamu di rumah Muhris. Menunggu kekasihnya mengambilkan dua gelas jeruk dingin dan sepiring buah-buahan segar. Matanya menatap ke sekeliling ruangan dan mendapatkan kesan yang sangat menyenangkan.

Kesan itu didapat, sebagian karena bagaimanapun ini adalah rumah orang yang ia cintai, dan sebagiannya lagi karena pemiliknya memiliki cukup banyak uang untuk menata dengan demikian indahnya. Pertiwi tak tahu banyak soal dekorasi, tapi sesungguhnya rumah itu memang didesain dengan nuansa klasik yang sesuai dengan alam pegunungan tempat rumah itu berdiri. Perabotan, dari mulai lampu-lampu, tempat duduk, meja, lukisan-lukisan serta berbagai hal didominasi oleh corak bambu dan kayu asli. Sementara dedaunan dan tanaman hijau—bercampur antara imitasi dan buatan—menghiasi sudut-sudut yang tepat. Air terjun buatan dibangun di samping ruang tamu, dengan cahaya matahari yang hangat menyinari dari kaca jendela samping. Wilayah itu ditutup oleh kaca bening yang dialiri air dari atas, sehingga mengesankan suasana hujan yang indah dan menimbulkan bunyi gemericik air yang terdengar menyenangkan.

Lukisan pedesaan dipasang di satu sudut yang tepat bagi pandangan mata, dengan gaya naturalis hingga setiap detail nampak sangat jelas. Seperti sebuah foto namun memancarkan aura magis yang lebih kentara. Pertiwi sempat terpana dengan semuanya, dengan kesejukan yang melingkupi seluruh dirinya, sampai ia tak sadar kalau Muhris telah duduk di sebelahnya, sedang menata gelas dan piring-piring.
“Maaf, ya… Seadanya. Habisnya Umi lagi ke Bandung ikut seminar, nemenin Abi…”
Pertiwi tersipu malu. Ia berasal dari keluarga yang lebih sederhana, sehingga rasa mindernya muncul saat mendapati rumah yang demikian besar dan mewah ini ternyata milik pacarnya.
“Nggak apa-apa, Ris. Pertiwi seneng, kok…” Pertiwi merasakan suaranya tercekat di tenggorokan.
Sore itu Pertiwi lalui dengan sangat menyenangkan. Ngobrol berdua, bercanda, tertawa, nonton film, main game PS hingga makan malam. Pertiwi baru tahu bahwa ternyata Muhris bisa memasak. Pintar malah. Kelezatan rasanya melebihi masakan yang pernah ia buat. Dengan malu ia mengakui itu di hadapan kekasihnya, yang membalasnya dengan ciuman pipi kanan yang lembut.
“Aku tetep cinta kamu, kok…”

Perlu diketahui bahwa Pertiwi saat itu berusia 16 tahun dan memiliki tubuh yang mulai matang sebagai seorang gadis. Posturnya juga tinggi dengan wajah manis yang terkesan keibuan. Tapi percayalah bahwa ia sangat polos, lebih polos dari gadis SD di kota besar yang telah mahir urusan peluk dan cium. Desa tempat ia tinggal sangat jauh dari arus informasi dan pengaruh buruk ibukota. Maka ia tak menaruh prasangka apapun saat Muhris mengajaknya menginap di rumahnya malam itu. Memang ini urusan yang tabu di desanya, tapi kepolosan Pertiwi membuatnya yakin bahwa Muhris tak akan melakukan hal buruk terhadapnya. Sehingga, pilihan berbohong ia lakukan agar bisa berduaan terus dengan kekasihnya. Ia telah bilang pada orang rumah bahwa ia akan menginap di rumah Ririn. Ia tahu orang tuanya tak akan curiga, karena hal itu biasa ia lakukan di waktu-waktu ujian sekolah. Apalagi menjelang Ujian Akhir seperti sekarang.

Suasana malam sangat sunyi dan suara jengkerik telah berganti dengan burung malam. Tak berapa lama rintik hujan mulai turun, dan Pertiwi tak menyadarinya sampai hujan itu berubah jadi deras. Sangat deras, karena di musim penghujan seperti ini hal seperti itu selalu saja terjadi. Kalau tidak karena suasana cinta yang tengah meliputinya, Pertiwi tak akan betah di rumah orang dalam situasi seperti itu.
O, iya… Sebetulnya Pertiwi dan Muhris tidak benar-benar berdua di rumah, karena ada Hana, adik perempuan Muhris yang sekarang duduk di bangku kelas 1 SMP. Makanya Pertiwi tidak terlalu merasa sungkan, karena ia bisa bermain dengan Hana juga di sepanjang sore dan malam itu. Muhrislah yang agak kerepotan karena harus meminta Hana agar berjanji tidak memberitahukan keberadaan Pertiwi kepada orang tua mereka. Hana sebetulnya tidak susah dibujuk. Hanya saja keberadaannya menyulitkan karena ciuman-ciuman harus dilakukan secara hati-hati.

Peluk dan cium beberapa waktu yang lalu memang mendapatkan perlawanan (meski setengah hati) dari Pertiwi. Tapi hal itu tak berlaku malam ini, karena kini Pertiwi merasa lebih santai dan bebas. Di satu kesempatan Muhris memeluknya sembari mencium bibirnya sekilas. Di kesempatan lain ia dipeluk dari belakang, tepatnya saat ia mencuci piring bekas makan malam dan pria itu mengendap-endap dari belakang dan begitu saja melingkarkan tangan di pinggangnya. Pertiwi sempat menjerit pelan dan berusaha meronta, tapi tangannya yang memegang piring dipenuhi busa sabun hingga susah untuk bergerak. Ia hanya menggelinjang pelan dan merengek lemah, saat pelukan itu makin erat dan ciuman di pipinya membuatnya terbius. Hampir saja Hana melihat perbuatan mereka, kalau Muhris tidak buru-buru melepaskan pelukan di pinggang yang ramping itu.

Setelah mandi malam yang menyenangkan, di dalam bath-tub air hangat yang penuh busa dan peralatan mandi yang lengkap milik Umi Muhris, Pertiwi bergabung dengan kakak beradik di ruang TV. Ia mengenakan busana malam yang lebih santai (setidaknya untuk ukuran gadis berjilbab); kemeja kaus lengan panjang putih bermotif garis warna biru dengan bawahan rok katun berwarna biru lembut, dipadukan jilbab simpel berwarna biru senada. Parfum aroma bunga khas remaja ia seprotkan di tempat-tempat yang tepat untuk menyegarkan dirinya. Lalu ia duduk di samping Hana yang sedang tertawa menyaksikan film kartun di televisi. Mata Pertiwi saat itu tertuju penuh ke televisi, namun pikirannya terbang ke alam tertinggi yang penuh imajinasi. Pelukan dan ciuman hangat dari Muhris mau tak mau membangkitkan gairah terpendam yang selama ini tersembuyi jauh di dasar jiwanya. Ia mengalami semacam sensasi aneh yang baru dikenalnya, yang sangat memabukkan dan membuatnya lupa diri. Jam baru pukul delapan malam namun kegelisahannya telah memuncak.

Pertiwi tak tahu—atau mungkin tak berani mengakui—bahwa dirinya telah dipenuhi sensasi seks yang menyenangkan. Terlebih ini adalah masa-masa suburnya. Letupan-letupan kecil yang dipicu oleh Muhris membuatnya perlahan-lahan tebawa ke arus deras, hingga sulit terbendung oleh keremajaannya yang sedang membara. Penghalang dirinya untuk melakukan hal-hal yang lebih seronok adalah rasa malu, takut serta ketidaktahuan yang besar tentang kondisi-kondisi semacam ini. Tapi pancingan-pancingan yang dilakukan oleh Muhris dengan lihai membawanya pada pengalaman-pengalaman terlarang yang sangat menggairahkan. Semuanya akibat kepolosan sang gadis remaja.

Jam delapan lewat dua puluh menit Muhris bangkit dari duduknya dan menarik tangan Pertiwi agar mengikutinya. Hana tak sadar karena ia terfokus pada acara televisi. Pertiwi menurut dan dadanya berdebar kencang saat Muhris menariknya ke lantai dua. Kalau Pertiwi sedikit lebih gaul, ia akan tahu Muhris bermaksud melakukan sesuatu, tapi Pertiwi jauh lebih polos dari yang orang kira, hingga ia justru merasa senang saat Muhris mengajaknya untuk melihat-lihat kamarnya. Ia senang bisa tahu isi dalam kamar kekasih yang ia cintai. Pertiwi kagum pada suasana kamar Muhris yang menyenangkan. Ia juga terkejut saat menemukan foto dirinya dalam pose separuh badan terpampang di dinding kamar. Foto itu ditutupi Muhris oleh poster pemain bola, hingga tidak ada yang tahu bila setiap malam ia menarik poster itu dan memandangi foto gadis yang tersenyum manis di sana.

Pertiwi setengah lupa tentang kapan ia membuat foto itu. Ia merasa foto itu lebih cantik dari aslinya. Tapi Muhris menjelaskan bahwa program komputer photoshop dapat melakukan banyak hal, seperti membuat gadis secantik dirinya terlihat lebih segar dan mempesona. Pertiwi tersipu malu. Tapi itu belum seberapa, karena tiba-tiba Muhris menarik dirinya agar berhadapan, lalu mengeluarkan sepasang anting mutiara dari kotak beludru di saku celananya. Pertiwi terperanjat. Muhris berbisik mesra, “Ini pasangan kalung yang pernah kuberikan. Aku mau kamu mengenakannya…”

Mata Pertiwi berkaca-kaca. Kalau saja ia berani, ia sudah memeluk pria di hadapannya dan menciumnya bertubi-tubi. Tapi ia terlalu malu untuk melakukan hal semacam itu. Ia hanya salah tingkah, saat Muhris meletakkan anting-anting itu di telapak tangannya dan berkata lagi, “Aku pasangkan sekarang, ya…”
“Tapi…” Suara Pertiwi serak dan lirih.
“Tapi kenapa?”
“Pertiwi malu…”
“Kok malu? Bukankah kita saling mencintai?! Masihkah kita saling tertutup?”
Pertiwi bingung untuk menjawab, karena ini adalah momen pertama dalam hidupnya ketika ia harus membuka jilbabnya di hadapan seorang laki-laki. Wanita-wanita yang biasa berbikini di kolam renang atau berpakaian seksi di Mall-mall tentu tak akan paham kenyataan ini. Tapi Pertiwi adalah perempuan yang sejak belasan tahun lalu selalu menutup seluruh bagian tubuhnya dan tak memamerkannya pada siapapun kecuali keluarganya. Melepas jilbab baginya sama seperti melepas rok di depan kamera bagi gadis keumuman. Aneh? Memang! Tapi itulah kenyataannya. Ia setengah menangis saat tak kuasa menolak permintaan Muhris yang menyudutkan itu. Ia memang diam. Tapi dadanya bergemuruh hebat saat jemari Muhris melepasi jarum dan peniti yang menyemati jilbabnya. Ia tertunduk dalam dan menahan nafas saat tangan kekasihnya menarik lepas jilbabnya. Tangannya yang gemetar meremas-remas ujung kaus, dan tanpa sadar ia menggigit bibirnya sendiri saat Muhris menarik dagunya agar mereka bisa saling bertatapan serta membelai rambutnya dengan mesra; rambut yang hitam lurus sepanjang bahunya.

“Kamu cantik sekali, Pertiwi…” Suara itu terdengar lirih, dan Pertiwi hanya terpejam menahan semua perasaannya. Itu adalah ekspresi terbodoh yang pernah ia lakukan, atau justru yang terbaik, karena semuanya mendorong Muhris untuk mengecup bibirnya dengan lembut. Ciuman hangat dan penuh cinta, membawa Pertiwi terbang tinggi dan melupakan dunia ini.
“Mmmh…” Pertiwi hanya terpejam pasrah. Tubuhnya gemetar hebat. Tapi mulutnya terbuka lebar saat lidah Muhris mulai menjulur dan menggelitiki rongga mulutnya. Lidahnya ikut bergerak meski masih sangat kaku, saling menggelitiki untuk mendapatkan sensasi aneh yang sempurna. Tangannya begitu saja memeluk lengan Muhris yang kokoh, yang saat itu tengah melingkarkannya di pinggangnya sendiri.

Waktu seakan berhenti. Dan keduanya terpaku seperti sepasang patung sihir. Hanya helaan nafas yang terdengar di sela-sela ciuman membara dan dipenuhi gelora cinta. Kedua tubuh itu merapat dan saling bergesekan, seakan tak dapat terpisahkan. Saling memberikan rasa hangat yang aneh dan membangkitkan seluruh saraf yang tertidur. Keduanya baru berhenti ketika nafas mulai habis dan terengah-engah kelelahan. Pertiwi kaget dan merasa malu sekali. Mulutnya basah akibat ciuman panas itu. Tapi ia tak dapat berbuat apa-apa selain menanti yang terjadi selanjutnya. Ia membiarkan Muhris memasang anting-anting di kedua telinganya. Ia menahan rasa geli saat jari jemari Muhris seakan menggelitik kedua telinganya, dan menurut saja ketika pria itu menuntunya ke hadapan cermin besar.
“Lihat… Kamu cantik sekali..”
Pertiwi melihat sekilas ke cermin, menyaksikan dirinya sendiri tanpa jilbab, dengan dihiasi anting-anting dan kalung mutiara dari kekasihnya. Ia merengek manja dan menutup muka dengan telapak tangannya. “Aah… Muhris jahat… Pertiwi malu…” “Malu sama siapa?” Mereka bercanda dengan mesra dan lebih hangat. Ciuman tadi telah menyingkapkan tabir kekakuan yang telah terbentuk selama ini. Mereka kini lebih mirip sepasang kekasih, dengan pelukan dan ciuman hangat yang sarat nuansa cinta.

Pagi itu adalah pagi terindah bagi Pertiwi. Menghidangkan sarapan di meja makan untuk Muhris membuatnya merasa seperti seorang istri yang melayani suaminya. Muhris dan adiknya sangat puas dengan masakannya. Canda tawa menghiasi makan pagi mereka yang berlangsung dengan santai. Seusai makan Hana langsung berangkat sekolah, meninggalkan sepasang sejoli yang dimabuk asmara itu tanpa kecurigaan apapun. Membiarkan keduanya menikmati hari dalam kemesraannya. Tapi, kalau kamu berpikir malam itu keduanya melakukan hubungan-hubungan khusus suami istri, percayalah bahwa kamu salah besar. Mereka masih terlalu penakut untuk melakukan hubungan yang lebih jauh. Meskipun ciuman mereka semakin panas, aktivitas lain masih terhitung sopan karena tangan Muhris tak pernah bergerilya seperti tangan para professional. Masih tetap pelukan sopan yang tak melibatkan rabaan ataupun sentuhan lain. Keduanya tidur terpisah dan tak ada aktivitas nakal di malam hari.

Pertiwi pulang dari rumah Muhris sekitar pukul sepuluh pagi, setelah banyak ciuman tambahan sehabis sarapan dan mandi pagi. Kepada orang rumah ia bilang sekolah pulang cepat. Seharian ia lebih banyak mengunci diri dalam kamarnya, menikmati sensasi imajinasi yang semakin liar dibanding waktu sebelumnya. Pertemuan selanjutnya ternyata lebih lama dari yang diduga. Keduanya benar-benar tersibukkan oleh tugas-tugas sekolah, hingga baru bertemu lagi (untuk berduaan tentunya) dua minggu setelahnya. Keluarga Muhris berlibur ke rumah nenek di luar kota. Alasan ujian membuat Muhris bisa menghindar dari paksaan orang tuanya, sehingga rumahnya bebas selama satu minggu penuh. Itulah saat yang tepat untuk bermesraan dengan Pertiwi, dan ia telah menyiapkan banyak hal untuk pekan yang istimewa itu.

Pertiwi datang pagi hari itu dengan mengenakan seragam sekolahnya. Perpisahan yang cukup lama ternyata membuat gadis itu lebih agresif, sehingga, meskipun tetap Muhris yang harus memulainya, Pertiwi memberikan balasan yang sedikit liar dan nakal. Muhris sampai megap-megap kewalahan. Sesudahnya mereka tertawa-tawa sambil berpelukan di atas sofa, sembari mata mereka menatap layar TV tanpa bermaksud menontonnya. Sekitar menjelang siang Pertiwi dibonceng Muhris untuk main ke Mall M. Setelah itu dilanjutkan ke taman L dan bermain sepeda air di sana. Mereka juga melakukan banyak hal yang menyenangkan, yang membuat mereka lupa waktu. Hari telah senja ketika keduanya memutuskan untuk pulang, saat langit berubah gelap dan tiba-tiba saja menjadi hujan yang sangat deras sebelum keduanya tiba di rumah. Tak sampai lima menit ketika keduanya berubah basah kuyup, dan Pertiwi telah menggigil kedinginan saat perjalanan belum mencapai setengahnya.

Keduanya tiba di rumah saat menjelang makan malam. Oleh-oleh yang mereka beli di jalan telah basah kuyup dan tak ada satu bagianpun yang kering dari diri mereka. Tubuh Pertiwi menggigil hebat dan wajahnya pusat pasi. Bibirnya agak membiru. Muhris bergegas membawa gadis itu ke dalam rumah dan menyiapkan air panas di bath-tub kamar atas. Sementara menunggu gadis itu mandi, ia menyiapkan dua gelas susu coklat panas dan sekaleng biskuit kacang. Ia sendiri langsung mandi setelah itu, dan keduanya selesai setengah jam kemudian. Pertiwi baru sadar bahwa ia tidak memiliki pakaian ganti, dan kebingungan sampai mengurung diri di kamar mandi. Muhris berusaha meminjamkan pakaian ibunya, tapi pakaian bersih ibunya terkunci dalam lemari. Sementara itu pakaian Hana juga tak muat dan terlalu kecil. Untunglah Muhris ingat bahwa di kamar tamu ada pakaian-pakaian saudara sepupunya, yang biasa disimpan di sana untuk dipakai jika menginap di rumah Muhris.
“Tapi… Sepupuku tidak berjilbab. Jadi pakaiannya agak… Kamu coba aja deh cari yang pas. Aku tunggu di ruang TV…” Pertiwi kebingungan sendiri di kamar tamu itu. Ia agak risih karena semua pakaian di dalam lemari itu adalah pakaian-pakaian yang gaul, serba ketat dan serba minim. Cukup lama ia memilih dan tidak menemukan juga pakaian yang cocok untuk dirinya, sehingga ia memilih pakaian yang menurutnya agak paling sopan. Tapi tetap saja serba minim. Dengan malu ia mengenakan pakaian pilihannya dan menghampiri kekasihnya di ruang TV.

Wajah Muhris berubah kaget dan matanya bergerak kesana-kemari; mata yang biasa Pertiwi temukan pada pria-pria nakal di pinggir jalan. Tapi Pertiwi tahu semua ini karena dirinya, dan setengah menangis ia berusaha menutupi keterbukaan dirinya dengan kedua tangan. Bagaimana tidak?! Inilah pertama kalinya seumur hidup ia mengenakan pakaian minim di hadapan seorang pria, meskipun itu adalah kekasihnya juga. Sepupu Muhris bertubuh lebih pendek dan kecil dari dirinya, sehingga kaus pink tipis bergambar Barbie yang ia kenakan benar-benar melekat ketat di tubuhnya, menampakkan lekuk-lekuk yang nyata dan mempesona. Bahkan bagian pusarnya tidak betul-betul tertutupi, meskipun berkali-kali ia berusaha menarik kaus itu ke bawah.

Sementara itu, celana hijau lumut selututnya juga sama ketatnya, dan tidak benar-benar selutut, karena tubuh Pertiwi yang tinggi. Pertiwi sebetulnya memiliki kulit yang putih bersih dan lekuk yang indah, sehingga ia nampak cantik menawan dengan pakaian seksi itu. Terlebih rambut panjangnya masih setengah basah, menciptakan sedikit gelombang yang menambah aura kecantikannya. Tapi Pertiwi tak terbiasa dengan hal-hal seperti itu, hingga ia merasa dirinya buruk dan norak. Ia takut Muhris meledeknya, serta jengah dengan keterbukaannya sendiri. “Kamu cantik sekali, Pertiwi…” Suara Muhris terdengar bergetar, dan Pertiwi merinding ketika pria itu malah mendekatinya dan berusaha memeluknya. Ia berusaha menghindar dan tangannya menolak pelukan Muhris.
“Pertiwi malu… Jangan, Muhris… Jangan…” “Lho… Kenapa?”

Pertiwi hanya menggeleng dan Muhris berusaha menghormatinya. Mereka menghabiskan malam dengan menonton TV dan menghabiskan susu hangat di meja. Namun Pertiwi agak lebih pendiam dan gelisah. Tangannya terus-terusan memeluk bantal besar, berusaha menutupi apa yang ada di baliknya. Ia tak tahu bahwa pria di sebelahnya lebih gelisah lagi, meski alasannya sedikit berbeda. Ia terlalu sibuk oleh pikirannya sendiri hingga tak sadar bahwa mata Muhris terus menelusuri dirinya, seolah berusaha menelanjangi. Awalnya Pertiwi tak sadar pada sentuhan itu. Berkali-kali Muhris mencium pipinya, tapi ia menganggap wajar hal tersebut. Itu hal yang biasa mereka lakukan, dan Pertiwi menganggapnya sebagai sun sayang yang biasa ia dapatkan. Tapi Muhris kini telah melingkarkan tangan kiri melalui sandaran sofa dan mendarat di bahunya. Sedang tangan kanan diletakkan di atas lutut Pertiwi yang terbuka. Cuaca memang sangat dingin akibat hujan yang tidak juga berhenti, hingga elusan di lututnya terasa nyaman dan menghangatkan, membuat Pertiwi setengah tak sadar ketika elusan itu makin merambat ke atas pahanya yang sedikit tersingkap.

Pertiwi sangat suka nonton sinetron dan tayangan di TV adalah sinetron favoritnya. Adegan dan kata-kata romantis di layar kaca seperti memberi hipnotis tersendiri. Adegan ciuman memang disensor, tapi hal itu justru membuatnya tak kuasa menolak saat ciuman Muhris beralih ke bibir basahnya. Untunglah saat itu sedang iklan, hingga ciuman dari Muhris dapat diterima oleh Pertiwi sepenuhnya, yang baru sadar bahwa posisi duduk kekasihnya sangat mengintimidasi dirinya. Tapi ciuman itu begitu manis dan menyenangkan, memunculkan rasa hangat yang menggelora yang sangat ia rindukan. Tak perlu menunggu lama untuk membangitkan hasrat gadis itu. Pengalaman telah mengajarkan banyak hal kepadanya, sehingga lidahnya langsung menyambut saat Muhris mulai mengajaknya bermain-main.

Bibir Pertiwi termasuk agak tipis, merah dan masih alami. Namun lidahnya lincah dan pandai bergerak. Dengan daya dukung kecerdasan di atas rata-rata, ia menjadi gadis yang cepat belajar dan tahu bagaimana cara memuaskan lawan mainnya. Muhris sendiri sangat kaget dengan kecepatan Pertiwi dalam mempelajari teknik-tekik baru, hingga di akhir pertandingan lidah mereka, ia membiarkan sang gadis mengalahkannya hingga pipi gadis itu merona akibat agresivitasnya sendiri. Ketika berciuman Pertiwi lupa pada apapun. Tapi setelah selesai ia baru sadar bahwa sejak tadi tangan kanan Muhris terus-terusan membelai-belai pahanya, bergantian antara kanan dan kiri. Kini ia benar-benar merasakan rangsangan itu, rangsangan yang lebih terkesan dewasa dibanding sekedar ciuman bibir. Tangannya bertindak cepat, mencegah Muhris sesaat sebelum tangan kekasihnya itu menyentuh bagian pangkal pahanya. Mulut mereka terdiam dan hanya mata yang berbicara. Muhris meminta, Pertiwi menolak halus. Tangan Muhris bergerak lagi, tapi Pertiwi mencegah lagi.

Muhris tersenyum manis. “Maaf, ya… Aku kelewatan…”
Pertiwi ikut tersenyum.
“Lebih baik kita dengar musik aja, ya! Kita berdansa. Seperti di film.”
Pertiwi diam menunggu dan manut saja pada apa yang diinginkan kekasihnya. Suara lembut mengalun dari player, dan tangan Muhris menjulur padanya. Pertiwi grogi karena ia belum pernah berdansa sebelumnya. Muhris meyakinkan bahwa ia sama tidak tahunya seperti Pertiwi. Jadi tak usah malu karena mereka hanya berdua di sini. Dengan langkah-langkah kaku tubuh mereka bergerak pelan, saling berpelukan. Keduanya tertawa pada gerakan masing-masing, tapi tetap merasa senang karena ciuman dimulai lagi beberapa saat sesudahnya. Tubuh Pertiwi hampir sama tingginya dengan Muhris, hingga ia tak perlu berjinjit untuk menyambut pagutan pria itu. Ia tak tahu bahwa kecantikannya makin memesona diri Muhris dan keremajaannya terus memancing-mancing gairah. Belum lagi aroma parfum menebar dari seluruh tubuhnya. Tangan Muhris tak tahan untuk tidak mengelus-elus tubuh bagusnya, bergerak dari pinggang ke arah atas.
Pertiwi masih setengah menganggap elusan itu adalah bagian dari gerakan berdansa. Ciuman bibir Muhris membuat tubuhnya lemas, hingga elusan itu ia nikmati saja seperti halnya ciuman di bibirnya. Terasa geli saat menyentuh bagian samping dadanya.“Mmmh… Mmhhh…” Elusan tangan Muhris makin mengarah ke dada Pertiwi, membelai-belai benda yang lunak dan empuk itu. Gadis itu mengejang karena rasa aneh yang melandanya. Itu adalah sentuhan pertamanya, dan ia masih sangat sensitif. Tangannya secara refleks berusaha mencegah, tapi Muhris yang tak mau gagal lagi berusaha menahan Pertiwi agar tetap diam. Ciumannya makin liar hingga Pertiwi tak bisa mengelak. Remasan di dadanya terasa makin nyata, membuat Pertiwi terengah-engah akibat rangsangan hebat di tubuhnya. Ia tak kuasa mencegah remasan itu, karena bagaimanapun dirinya ternyata menikmatinya.

Keduanya terengah-engah akibat ciuman yang panjang itu. Sedang muka Pertiwi makin memerah, karena ia benar-benar terangsang oleh remasan tangan Muhris di dadanya. Payudaranya yang berisi membuat genggaman Muhris terasa penuh. Ia membiarkan dirinya terdesak ke dinding, hingga ia tidak sampai merosot jatuh saat remasan tangan Muhris makin lincah dan mempermainkan puncaknya yang masih tertutup kaus. Ia hanya mendongak setengah terpejam dan tangannya yang bingung merapat ketat di tembok. Ia makin belingsatan karena di saat yang bersamaan ciuman Muhris mendarat di dagu dan lehernya bertubi-tubi. Lehernya cukup panjang dan jenjang, hingga kepala Muhris dapat terbenam di sana dan memagut-magutnya seperti ular.

Pertiwi merasakan air mata mengalir lewat sudut matanya. Ia sangat kebingungan mengenali perasaannya saat ini. Remasan tangan kanan Muhris berganti menjadi ciuman bibir. Ia sempat menunduk dan hanya melihat rambut kekasihnya. Kepala Muhris terbenam di buah dadanya yang telah mengeras kencang, dan Pertiwi dapat mendengar kecipak-kecipuk saat Muhris melahap dadanya itu dengan sedikit buas.

“Muhris… Muhris… Ohhh. Apa yang kamu lakukan sama Pertiwiaa… Mmhhh… Jangan, Ris… Aahh…”

Muhris telah menggulung kaus ketatnya ke arah atas, berusaha menyingkapkannya agar buah dada itu lebih leluasa dinikmati. Lelaki itu terus meremas-remas dengan lembut dan penuh perasaan. Menjepit dan mempermainkan putting susunya yang masih tertutup BH tipis berwarna krem. Mungkin Muhris merasa gemas mendapati payudara yang demikian empuk dan kenyal itu, payudara perawan yang masih sangat sensitif dari sentuhan.

Keadaan Pertiwi kini sungguh mengenaskan. Kekasihnya menyerangnya di berbagai tempat, mempermainkan dirinya seperti sebuah boneka. Bibir dan tangan kiri di payudaranya, tangan kanan di sela-sela pahanya. Semuanya adalah sensasi yang baru pertama kali ia rasakan. Dulu ketika ia belum pernah mengalaminya, ia selalu berjanji bahwa ia hanya akan melakukan ini dengan suaminya di atas ranjang pernikahan. Dulu ketika hal ini tak pernah terbersit dalam benaknya, ia sangat yakin mampu menjaga kehormatannya. Tapi kini ketika benar-benar mengalaminya, ia tak tahu apakah ia akan tetap sekuat itu. Sentuhan-sentuhan ini terlalu melenakan dirinya, dan membangunkan perasaan rindunya yang telah lama terpendam. Ia sangat bingung hingga hanya mampu meneteskan air mata dan meremas remas rambut Muhris.

“Aku sayang kamu, Pertiwi… Mmmh… Aku sayang kamu…” Terdengar rayuan Muhris di sela-sela kesibukannya. Pertiwi hanya mampu menjawabnya dengan erangan-erangan aneh, karena saat itu tangan kanan Muhris telah menembus langsung ke pangkal pahanya. Jari jemari pria itu menggosok-gosok dan mempermainkan di tempat yang paling sensitif, hingga Pertiwi merasakan celananya basah oleh cairan yang tak ia kenal sebelumnya.

Memang sentuhan tersebut bukanlah sentuhan langsung karena tubuh Pertiwi masih tertutup CD tipis dan celana ketatnya. Tapi ini adalah sentuhan pertamanya, dan semuanya sudah lebih dari cukup untuk membangkitkan rangsangan dahsyat itu. Apalagi setelah beberapa lama Muhris tidak juga menghentikan aktivitasnya, melainkan menggesek-gesek dengan lebih liar. Kemaluannya terasa seperti diaduk-aduk, hingga makin lama ia makin merasakan desakan yang aneh sangat sulit ia pahami. Ia tak dapat menahan perasaannya. Ia terus mengerang… mengerang… hingga desakan itu makin menuju ke arah puncak… Ia tak sanggup bertahan lagi…

“Aaahh… Aaahh… Akhhhhh….” Pertiwi menjerit panjang saat orgasme melanda tubuhnya untuk pertama kalinya. Tubuhnya mengejang kuat, melengkung seperti busur. Kakinya merapat menjepit tangan Muhris yang tak juga berhenti bergerak. Ia merasakan letupan-letupan dahsyat seperti sebuah terpaan badai. Dunia dipenuhi warna yang berpadu dengan indahnya.

Cerita seru sex Dewasa yang satu ini akan bersambung ke Cerita Sex Dewasa Kenalakan Remaja Jilbab Perawan part 2 jadi tongkrongin terus situs cerita sex dan cerita dewasa indonesia ini!

Si Ayam Kampus plus.. plus….

Anisa memantapkan hati dan niatnya sebelum ia memasuki sebuah tempat mewah di depannya, namun ia berharap tak ada yang melihatnya memasuki tempat itu. Sesampainya di dalam keraguan kembali muncul dihatinya, haruskah aku melakukan semua ini…? namun ia teringat akan segala kebutuhannya, ia tak punya uang lagi untuk memenuhinya. ayahnya ditangkap polisi dengan tuduhan korupsi , seluruh harta orang tuanya disita, ibunya meninggal karena stress. Kini ia menjadi mantap, ia harus melakukan ini atau ia tak akan punya uang sepeser pun bahkan untuk membeli makanan cari siapa ya…? seorang wanita setengah baya menyambutnya di depan pintu. anu..maaf…saya…mau cari pekerjaan… kata Anisa. pekerjaan..? wanita itu kelihatan heran dan sedikit curiga , disini….? Anisa sedikit bingung harus bicara apa. iya..pekerjaan…sebagai..emmm.sebagai….. Anisa berusaha mencari kata kata yg tepat kamu tahu ini tempat apa….? kata wanita itu bernada menyelidik ya..saya tahu…. Anisa mengangguk pernah melakukan ini sebelumnya..? tanya wanita itu Anisa menggelengkan kepala hmmm..kamu masih kuliah…..? iya…..tapi saya…. butuh uang…..standar lah disini… kata wanita itu memotong nama kamu siapa…? tanya wanita itu sambil melambai memanggil seseorang Anisa…tante….. seorang wanita muda berpakaian sangat sexy datang mendekat nah..Anisa…..kamu tahu kan apa kerjaan di panti pijat..? setiap dapat klien kamu dibayar seratus ribu, kalo mereka mau dipijat bugil ada tambahan biaya….. panjang lebar wanita itu menjelaskan tentang upah Anisa selama ia bekerja ditempat itu. setelah Anisa menyetujuinya ia menyuruh wanita muda tadi untuk membawa Anisa, Rini, coba kamu bawa Anisa berkeliling sambil berkeliling memperlihatkan fasilitas panti pijat itu, Rini juga mengingatkan jika terkadang ada klien yg permintaannya aneh aneh, bahkan sampai bondage.mendengar cerita Rini, Anisa kembali ragu, namun ia sudah terlanjur masuk ia bertekad akan menjalani semua ini. Anisa sebenarnya gadis yg cukup cantik , meski nasibnya tak seindah wajahnya, wajahnya yg cantik membuat gemas banyak pria, rambut sebahu , payudara30B, dan pantatnya yg bulat sempurna, dengan penampilan seperti itu, bahkan Anisa lebih terlihat sebagai pelajar sma dibandingkan mahasiswi. Anisa kemudian dibawa ke sebuah ruangan dimana telah menunggu seorang pria usia 30 tahunan. dia pemilik panti pijat ini….namanya oom Andre kata Rini. Rini kemudian berbicara sejenak dengan Andre , lalu meninggalkan Anisa berduaan disana. halo…saya Andre….panggil saja oom Andre…. kata Andre sambil mengulurkan tangannya Anisa, oom… jawab Anisa menyambut uluran tangan Andre. Andre tidak segera melepaskan genggaman tangannya, ia menatap Anisa bagai sedang menaksir sebuah karya seni. ok kalau begitu… katanya kemudian sambil melepaskan jabatan tangannya. Andre kemudian melepaskan satu persatu pakaiannya, sehingga ia telanjang bulat, kontolnya kelihattan cukup besar, setidaknya membuat Anisa agak tercekat. nah Anisa..coba urut punya oom……kata Andre. Anisa perlahan mendekat dan berlutut d antara kaki oom Andre, kedua tangannya menggenggam kontol Andre, dan dengan gerakan yang teratur ia mulai memijit kontol Andre, naik turun. Andre terlihat tersenyum dan puas dengan pijitan Anisa, coba pake mulut ….. perintahnya Anisa dengan patuh memasukkan kontol itu ke dalam mulutnya, dan menyusuri kontol tersebut maju mundur dengan bibirnya, suara geraman dan kocokan berirama mengiri semua nya. uughh…you are….uughhh…. Andre menggeram sambil meremas rambut Anisa sampai acak acakan. Anisa terus melakukan oral dengan santai, ia sering melakukannya dengan mantan pacarnya dulu. sampai beberapa lama akhirnya , kontol oom Andre menyemburkan cairannya, oom Andre menahan kepala Anisa agar seluruh spermanya tertelan oleh gadis itu. hahahah..bagus..bagus…kamu berbakat juga ternyata…….hahahaha…kamu diterima…… kata oom Andre senang. Anisa masih berlutut dilantai dan tertunduk malu, kini sudah tak mungkin lagi untuk kembali.

Sabtu malam adalah malam pertama Anisa menjalani pekerjaanya sebagai massage girl atau pijet plus plus. anak anak….pak Anton sudah datang…. kata tante Ayu sambil mengantar seseorang yg wajahnya sepertinya Anisa kenal, pak Anton adalah salah seorang pejabat pemerintah, dan wajahnya sering muncul di televisi menyuarakan gerakan moral , sangat bertolak belakang dengan apa yg dia lakukan sekarang. sebagai pelanggan tetap tempat itu, mata pak Anton langsung menangkap barang baru di tempat itu. tak mempedulikan godaan para perempuan lain , ia mendekati Anisa. hai…gadis manis….kamu siapa….? tanya pak Anton…. ehh..Anisa ..ehh..oom….jawab Anisa baru ya disini….. tanya pak Anton ini emang hari pertamanya dia oom… Rini yg menjawab ditimpali dengan anggukan kepala Anisa. ooh…..bagus..ayo…..langsung ke dalam…oom udah pegel pegel nih… kata pak Anton sambil menarik tangan Anisa masuk ke sebuah kamar. Anisa sedikit senang dan gugup menghadapi pelanggan pertamanya. oom mau mandi dulu..? tanya Anisa ga usah…langsung aja….kata pak Anton sambil melepaskn seluruh pakaiannya, sementara Anisa merapikan tempat tidur dan baby oil. loo..kok bajunya ga dibuka… kata pak Anton ketika melihat Anisa berdiri di sisi ranjang masih berpakaian lengkap. oom bukain ya… kata pak Anton sambil membuka satu persatu kancing baju Anisa, dan melemparkan jatuh blouse Anisa, sambil melepas bra Anisa , pak Anton menyempatkan meremas sejenak payudaraAnisa yg menggiurkan itu, barulah ia kemudian melepas rok dan dalamn Anisa, sehingga Anisa pun kini tealnjang bulat. pak Anton lalu berbarin telungkup di ranjang , dan Anisa mulai melakukan pemijatan. saat Anisa meratakan baby oil di punggung pak Anton dan memijat, pak Anton dengan santai mengajaknya mengobrol banyak hal, sehingga suasananya cukup cair., pak Anton tak henti henti memuji pijatan dan sentuhan Anisa.

kemudian pak Anton membalikkan badan, kontolnya tegak tegang perkasa. pijat refleksinya dong …. kata pak Anton sambil tersenyum, Anisa mengerti maksudnya. giat mulai memijat mijat kontol pak Anton, sementara pak Anton aktif meremas remas payudara Anisa, Anisa memijat, dan mengocok makin kuat saat rangsangan di buah dadanya membuatnya semakin terbang melayang. Anisa kemudian menggantikan tangan dengan mulutnya, kontol besar pak Anton kini memenuhi mulutnya, dengan mulutnya ia menghisap dan bergerak naik turun menyusuri panjang kontol itu. uagghhhh..gila….hebat kamu…… kaya pak Anton terlihat puas Anisa terus mengocok, mengulum , dan menjilat kontol itu sehingga membuat pak Anton semakin terbuai oleh kenikmatan. tak butuh waktu lama sampai kontol itu semakin mengang dan mengejang dan akhirnya menyemburkan seluruh isinya, Anisa membersihkan sisa sisa sperma dengan menjilatinya, membuat pak Anton semakin tertawa puas, ia pun memberi tip yang cukup besar. malam pertama Anisa , ia harus melayani 6 orang tamu, namun hasil yg didapatkan cukup lumayan, ia tak akan menyesali keputusannya terjun ke dunia seperti ini

 malam mingu berikutnya, tante Ayu menyuruh Anisa untuk memakai seragam sma, karena ada pelanggan yg menginginkan dipijat oleh gadis sma. dengan wajah polos Anisa, tak sulit bagi Anisa untuk menjelma menjadi gadis sma. malam itu Anisa memakai kemaja putih sma ketat dengan dua kancing atasnya dibuka, dan rok abu abu pendek, dibaliknya ia tak memakai apa apa lagi. pukul 9 malam, pelanggan itu tiba, dan langsung terpana melihat kecantikan dan kemolekan Anisa yang terbalut seragam sma. pelanggan yang dimaksud ternyata adalah pak Budi, ia adalah salah seroang konglomerat papan atas indonesia, beberapa hari lalu ia baru lolos dari tuduhan korupsi , maka hari ini ia ingin merayakannya. halo..saya Budi…..kamu pasti Anisa..? betul oom…. ‘yukk…. pak Budi tak sabar membawa Anisa ke kamar. oom…mau mandi dulu…… tanya Anisa iya..tapi kamu lihat ya…. kata pak Budi sambil mencolek payudaraAnisa. pak Budi pun mandi dengan pintu terbuka agar Anisa bisa melihatnya, dan ia meminta Anisa selagi ia mandi, Anisa harus melakukan rangsangan sendiri. dan begitulah, sambil pak Budi di kamar mandi, Anisa mengelus ngelus pahanya sendiri sampai ke pangkal paha, menyibakan rok pendeknya, kemudian tangannya meremas remas buah dadanya sendiri sambil mengerang dan merintih.. aahhhhh…awww,,,aauuhhh……..ahhhhhhhh….. ia membuka satu persatu kancing bajunya , memperlihatkan buah dadanya , meremasnya kembali dan memainkan putingnya. oooooh……..aaaahhhhh…ooouuhhhhh……awwww…….

entah karena ia terangsang atau menjiwai , ia tak menyadari pak Budi mendekatinya, ia baru menyadari saat kontol pak Budi sudah ada di depan mulutnya, tanpa membuang waktu sedetik pun , kontol tersebut telah masuk ke mulut Anisa. Anisa mulai memaju mundurkan kepalanya, memberikan sensasi kenikmatan pada kontol pak Budi. Anisa memainkan jurus jilatan dan hisapan mautnya , sampai akhirnya sperma pak Budi menyembur masuk ke mulutnya…. ‘huhuhu..bagus..bagus… kata pak Budi pak Budi kemudian menerkam dan menindih tubuh Anisa, payudaragadis itu diremas dan disedot sedotnya bagai bayi, membuat Anisa mengerang dan merintih… oooooh….oom……pelan….oom…….ahhhhhhhh..awhhhhh…. pak Budi kemudian menyusuri lekuk lekuk tubuh Anisa dengan lidahnya, menimbulkan sensasi geli dan birahi pada Anisa. ooh….hihii..awahhh..geliii..aww…..oom….ahhh….oom……. Anisa semakin menggelinjang tak karuan saat sapuan lidah pak Budi mencapai klitorisnya, birahinya kini sudah hampir mencapai puncaknya. puas menjilati dan meng obok obok tubuh Anisa , pak Anton menyuruh Anisa untuk bersiap dlm posisi doggy style. setelah bersiap pada posisinya, dengan lembut dan perlahan pak Budi mulai memasukan kontolnya, dan mendorongnya perlahan, namun kian lama kian cepat.

sambil menggenjot Anisa, tangan pak Budi tidak menganggur, payudaraAnisa yg menggantung ia remas remas, bebrapa kali pantat Anisa ia pukul sampai memerah. aww…oom…….uuhhhh…pe…aahh..lan…….dong…ahhhhh… setiap sodokan pak Budi membuat Anisa semakin dekat pada orgasme, ia membenamkan wajahnya di bantal menahan suara rintihan dan erangan kenikmatan dari mulutnya. uughh…..Anisa…uughhh..kamu….hebat….ahhh…. geram pak Budi keduanya menggeram dan mengerang menambah erotis suasana ruangan itu, smpai akhirnya keduanya bersamaan mencapai orgasme…. aaaaaaaahhhhhh….aahhhhhhh… Anisa berteriak panjang lengan dan lutut Anisa melemah membuatnya ambruk di kasur dengan tubuh pak Budi diatasnya, dengan kontol masih menancap, malam itu mereka akhiri dengan mandi bersama, di kamar mandi pak Budi masih sempat menyetubuhi Anisa dengan posisi berdiri, membuat seluruh tenaga Anisa habis malam itu. tips dari pak Budi adalah yg paling besar dari semua tips yg ia terima, hal yg layak ia terima mengngat ia harus bekerja sangat keras, untunglah tante Ayu mengerti keadaanya dan menyuruh Anisa beristirahat dan tidak menerima tamu dulu

Pak Budi dan pak Anton menjadi langganan tetap Anisa disana, mereka berdua tak mau dilayani siapapun kecuali Anisa. sampai pada akhirnya pak Anton ingin memiliki Anisa hanya untuk miliknya, ia menebus Anisa dari tante Ayu , dan menjadikan Anisa sebagai simpanannya sampai sekarang. hal itu menjadi berkah tersendiri bagi Anisa, kini ia tak lagi khawatir akan kehabisan uang , rumah dan mobil pun kini ia punya, meski jauh dalam hatinya ia berharap ia bisa hidup normal dan menjalani kehidupan bekeluarga seperti halnya orang lain…..hanya saja…entah kapan……….

 note : cerita diatas adalah hasil imajinasi gue namun tokoh Anisa dan lika liku hidupnya benar terjadi , kini Anisa masih berkuliah di salah satu universitas di bandung, dan tinggal di kawasan elite dago atas……. so……thanks buat Anisa yg mau sharing pengalamannya dan memberi izin untuk dikembangkan jadi sebuah cerita……..

Cerita seks ibu jilbab yang cantik ini simpel banget, alur ceritanya enak untuk di baca, bahkan ML nya terjadi instan di atas kapal. mau tau cerita seks selanjutnya? langsung deh selanjutnya….

Ouugghh…. akhirnya usai sudah kegiatan yang menjemukan selama 2 minggu di sini…dan aku mo balik ke Jakarta untuk refresh neh…oh iya namaku Andi umur 30 tahun sekarang aku bekerja di perusahaan swasta, ciri2 tubuhkan yahh..untuk postur Indonesia udah cukup di perhitungkan neh..heheheh…

Besok aku mo pulang ke Jakarta setelah mengikuti kegiatan dari Perusahaan di Kota ini di ujung Timur Indonesia neh…aku mo naik kapal laut aja dech…karena selama ini kalau bepergian aku belum pernah naik kapal laut…so akan aku coba aja dech walaupun itu di tempuh dng lama perjalanan 1 minggu…wahhhh…pusing juga neh…setelah membeli Tiket kapal laut kelas 1 aku langsung berkemas-kemas untuk persiapan besoknya berangkat.

Tiba saat nya aku menuju pelabuhan…setelah segala macam proses pemeriksaan tiket dan bercampur aduk dengan para penumpang..so akhirnya aku naik dan masuk ke kamarku yang kelas 1 dan tentunya kamar kelas 1 aku yang sendiri menempatinya…langsung aku bergegas membersihkan diri (mandi neh..) setelah mandi diatas…aku berjalan-jalan di Dek kapal sambil menunggu sebentar lagi kapal akan berangkat..wahhh..kalo selama 1 minggu diatas kapal tidak ada yang bisa bikin buat seger…jadi tambah pusing neh .”ujarku di dalam hati..setelah melihat-lihat sekeling kapal dan akhirnya aku berdiri di pinggiran kapal sambil melihat kebawah siapa tau aja ada yang bisa nemanin aku selama seminggu ini hehehhe..

Mataku tertuju pada seorang ibu muda berjilbab kira-kira berumur 27 tahunan bersama anak nya yang kira-kira 5 tahunan lah dan sebelahnya di antar seorang lelaki yang kemudian mencium kening ibu itu dan anaknya…setelah itu mereka berdua naik ke kapal dan tak lama kemudian kapal berangkat meninggalkan pelabuhan dan lelaki itu melambaikan tangganya kepada ibu dan anaknya…setelah kapal menjauh dari pelabuhan, hmmm aku mulai mendekati ibu muda itu dan mulai berkenalan…”nama ku Andi, aku tujuan Jakarta “ujarku. Ibu itu sekilas melihat aku dan senyumnya mengembang di bibirnya yang tipis. Tak lama kemudian di berucap : namaku Lia’ ini anakku dan tujuan juga ke Jakarta”ucapnya. Akhinya kita saling ngobrol2 dan ternyata tadi adalah suaminya yang bekerja di kota ini dan Lia setiap 6 bulan sekali datang bersama anaknya untuk melepas rindu sama sang suami…walahh..kuat juga yach..kalo aku kagak nahannnn…(hehehe)

Besok pagi disaat waktu makan pagi aku melihat Lia bersama anaknya sedang menuju ruang makan..aku melihat dari belakang…hmmmm berisi juga neh pantatnya, padahal sudah di tutupi gaun yang menutupi sampai mata kaki neh’ujarku dalam hati…langsung aku menemuinya dan kita makan bersama-sama 1 meja..sambil aku ngelirik ke arahnya…wow…sempat aku melihat bentuk payudaranya yang ditutupi oleh jilbab dan bajunya …lumayan mengkal neh…waduh jadi pikiran kotor neh…Lia, di kelas 1 juga yach”tanyaku…”tidak mas aku ambil di kelas 2 aja kok”jawabnya sambil senyumnya mengembang dari bibirnya yang tipis dan basah..”ooohhh kalo aku di kelas 1, abis sendirian aja sih…pengen tenang dan rileks aja”ucapku sekenanya.. Lia juga sendiri kok, dari tadi malam belum ada penumpang yang sekamar dengan lia, jadinya lia Cuma ditemani anakku aja neh’sahutnya..oh gitu yach…brarti aku bisa dong main2 ke kamarmu”tanyaku. “ bisa aja kok, kita khan di satu gang..tadi malam mas khan sempat keluar aku melihat kok”ujarnya…oh ya…aku mo cari rokok tuch semalam”sahutku lagi.

Setelah selesai makan pagi, kita bersama-sama jalan di koridor kapal sambil bercerita dan diiringi guyonan kecil-kecil..karena di luar koridor..angin cukup kencang…maka saat aku berjalan disampingnya…hmmm aku mencium bau wangi yang sangat harum dan melihat putihnya leher ibu berjilbab ini…oh seandainya aku dapat menidurinya…”bisikku di dalam hati.

Hari kedua belum terjadi apa2 diantara kami, namun setelah makan sore…iseng-iseng aku mengetuk pintu kamarnya “Lia, ini aku andi…boleh aku masuk,”tanyaku. Tak lama kemudian pintu terbuka dan muncul kepalanya yang ditutupi oleh jilbab seadanya dan menggunakan terusan daster…hmmm aku liat dia..tidak mengurangi kecantikan dan kemontokannya kok..”silahkan masuk mas,”ujarnya pelan…Maaf anakku baru aja tidur dan aku baru tidurin dia neh” sahutnya. Dikarenakan kita nggak mau mengganggu anaknya, so kita duduk di satu tempat tidur yang lain…sambil bercerita..aku memandangnya ohhhh…semakin lama disini aku semakin tidak kuat menahan birahi ku..”ujarku didalam hati. Saat kita sedang bercerita..dasternya tersingkap sampai dengan lututnya..uppss.spontan aku mengatakan,”mulus sekali kakimu lia yah..pasti kamu rawat dengan baik dan secara sempurnya,”ujarku sambil tanganku mengelus-elus betisnya…secara refleks..langsung dia menarik kakinya dari tanganku…sambil berujar..ah mas Andi bisa-bisa aja nih”senyumnya mengembang dari bibirnya yang tipis dan basah…namun aku tetap memegang betisnya dan bahkan menggeser kan tanganku keatas…ah Mas…jangan gitu ach…nggak enak neh…”sahutnya…namun aku tak berkata-kata lagi..langsung aku sibakkan dasternya sampai ke pahanya…dan langsung kuciumi dan kujilati pahanya…sluuurrrppp..Ohhhhhh Mass jangan dong…”ujarnya…namun Lia tidak menarik pahanya dari mulutku…tanganya malahan memegang kepalaku dan seolah-olah menekan – nekan …sluurrrppp…slururrpppp..ssshh hh…oh mas…jjaannn…gannn….”pekik lia pelan..namun aku tetap melanjutkan jilatanku sampai ke pangkal pahanya…dan secara cepat aku menarik celana dalam nya turun …dan sluuurrrppp ku jilati memeknya yang penuh dengan bulu-bulu…oohhhh…mas andiii….oohhh…”desahnya..kujil ati itilnya slururpp.sluruppp..shhhh…ohhh mass…aduuuhhh…ahhhh…jeritnya pelan…setelah sekitar 15 menit aku bermain lidahku di memeknya..langsung aku memberhentikan kegiatanku dan kuangkat kepalaku keatas…kulihat Lia memejam matanya menahan kenikmatan yang baru dia rasakan..ohhh aku liat begitu indah pemandangan didepanku..Ibu muda, cantik dan berjilbab menggunakan daster setengah telanjang sedang menanti kontol neh…langsung ku hampiri bibirnya yang sedari kemarin aku inginkan…sluuup..smmm…hmmm…kit a langsung bersilat lidah..tak lupa tanganku menggerayangi payudaranya…ohhh…mas..pintar sekali kamu,…ohhhh..achhh.. ku turunin lidahku menuju payudaranya dan ku gigit2 kecil dari luar dasternya…ohh..mass…cepaattt…n anti anakku bangun”bisiknya pelan…langsung tanpa ada yang perintah, kubuka celana panjang dan sekalian celana dalamku…upps…besar sekali mas punyamu”sahutnya….silahkan lia …apa yang kamu inginkan…”ujarku. Lia langsung menyodorkan mulutnya dan menghisap kontolku dengan mahirnya…ugghhhhff…Lia kamu pintar juga yach…sama suamimu juga sering beginian yach…mmrmmmrpp..nggak masss…jarang kok…setelah sekian menit..aku langsung memberhentikan isapannya pada kontolku dan langsung menaikkan dasternya tanpa melepas jilbabnya…dan Lia membuka kedua pahanya menanti kontolku memasuki dirinya…ayok mas..cepatan ohhggghh…pelan-pelan kutempelkan kontolku di permukaan memeknya…oufghhhh…baru aja kepala kontolku masuk…udah terasa nikmat…dooorong mas…enaeekkk mass…oughhhh…kudorong pelan-pelan masuk…dan bleeeeeeeeeesss..ughhf akhirnya masuk semua kontolku kedalam memeknya..kudiami beberapa saat..dan mulailah ku pompa kontolku di dalam memeknya…srooopp..croopppp…sle rrrrppp…ohhh…enak sekali memekmu lia…..iiyyyyaa…kontolmu juga enak mass….oohhh…terusin mass…. Aku sengaja tidak membuka jilbab dan dasternya…takut kalo anaknya tiba-tiba bangun….teruuusss mass…yang cepatt…ooohhh…sruuuppp…sreettt …croooppp..celllelel ppp..belle…aku pompa terus memeknya sampai kira-kira setengah jam…kulihat Lia sudah mulai tanda-tanda mau keluar…oohhh mass…cepatannnn..lia udah mo keluar….sabarr yah..mas juga udah mau keluar yah…uggghh lia..kita sama-sama keluarin yah…ooohhhsllluuppp…oohhh…achh hh…akhirnya lia telah keluar dan semenit kemudian menyusul aku menyemprotkan air mani ku ke memeknya..crootttt..corroooot. corootttttt…uuffhhhh ..mas banyak sekali air manimu neh…setelah kita tenang…langsung lia ke kamar mandi membersihkan air mani ku yang mulai meleleh di pahanya…aku menunggu dia keluar dari kamar mandi dan aku bilang minta maaf yah..bahwa aku kebawa nafsu sih…dia bilang nggak apa2 kok…sama dengan dia juga…aku mohon izin untuk kembali ke kamarku dulu dikarenakan jam sudah menunjukan pukul 10 malam.

Besok pagi disaat waktu makan pagi, aku mengetok kamarnya…Lia…kita sarapan pagi yook”ujarku pelan..tak lama pintu terbuka dan lia telah siap dengan pakaian longdres panjang dan berjilbab…uugghhh cantiknya dia..dan menyilahkan ku masuk…anakku belum bangun neh”jawabnya..jadi gimana dong..kita tunggu bentaran aja yach”tanyanya..akhirnya kita ngobrol-ngobrol…ehh..udah sekitar setengah jam..anaknya belum bangun juga neh..tau-tau kita malahan saling pegang-pegangan tangan…Lia kamu cantik sekali…”ujarku…ach mas ini..Lia biasa-biasa aja kok”ucapnya malu-malu…langsung ku susup lidahku ke mulutnya…hmmmmpppff…jangan ach mas…ntar anakku bangun lho” sahutnya..sebenntarr aja yach lia”ucapku memelas….hmmmm gimana yach “jawab lia… tanpa menunggu jawabannya…langsung kuciumi bibirnya yang merah dan basah itu…sluruurupp…hmmpfghh…oohhh. .masshh…langsung ku mainkan lidahku di dalam mulutnya..cuupppss…smshhsh…ooh h…tanpa membuka jilbabnya…langsung kunaikkan longdress nya….kuturunin celana dalamnya….oohhh…udah basah juga neh…memeknya…ssss..ssss mas….oohhh…..cepat-cepat ku balikin dia…aku pengen gaya nungging…ohhh mas….kuangkat kakinya satu….dan mulai kutusukkan kontolku ….ssss…oougghhh..blessss…sssss llreepp…mmrrpp oohhh mas…nikmat sekaliii…..liiaa…memekmu juga enaakakk….oougghhhaaa…ooohhh…y ang cepat mas…..kupompa kontolku…srooortkkk..sluururpp p…sreet…bellsss..ufg hhh…masss…enak sekali….hmmmm…iya …yyahh…oohhh..lia ayookk kita keluarin bersama-sama….ooggghh…mass…. aku mo keluarrrrr…oogghhrrr…ahhhhh….l ngsung badannya lia jatuh ke tempat tidur sambil tetap menungging membelakangi aku…dan tanpa menunggu lagi kutusukkan kontolku lagi…bleessssssssss….oohhhh masss…enakkk….cepattttaaannn…i iiiiyya lia..ooohh mas hampir keluar neh….oghhhsoohhhh…liaa….siiapp p…croootttttt…croott t…..crooott ughhh…tumpah ruah air maniku kedalam memeknya lagi…tak lama air maniku keluar…so anaknya juga udah mulai bangun dan kita langsung bereskan diri…dan menuju ruang makan.

Selama empat hari kita selalu bercinta, namun lia tidak pernah telanjang alias jilbab dan bajunya masih menempel di badan…dan aku pun tak bermasalahkan itu…yang penting memeknya yang ranum hhmmmm…hingga suatu malam hari ke enam dan rencananya besok kapal kita sudah nyampe di Jakarta…aku sedang santai sambil tiduran di dalam kamar hanya mengenakan celana pendek…tok…tok…kudengar ketukan pintu kamar ku, “siapa yah” tanyaku…ini lia mas”jawab suara diluar. Serta merta aku berdiri dan membuka pintu…hmmm..kulihat lia hanya mengenakan daster panjang tanpa mengenakan jilbab…ohhhh..cantiknya dan putih sekali lehernya itu…semenit aku terpana di depan pintu…dan Mas…boleh aku masuk”tanyanya…langsung aku tersentak kaget…oh iya..ya silahkan lia”sahutku..ada apa ne lia, malam2 kesini”tanyaku…ndak neh aku mo nanya aja ..besok khan kita udah nyampe Jakarta, trus mas langsung pulang yah” tanyanya. Jawabku. Iya sih…soalnya lusa udah masuk ngantor…terangku kepadanya. Ooooohh..ya udah deh lia langsung pulang ke kampung aja dech..jawabnya. setelah kita ngobrol panjang lebar..Lia pamitan mo kembali ke kamarnya, dikarnakan jam udah menunjukan pukul 9 malam, namun disaat dia mo berdiri, ku pegang tangannya…dan kuciumi sambil ku jilati telapak tangannya sampai ke pangkal lengannya…oouuhhh mas…geli ahh…tanpa ku jawab…kujilati lehernya yang putih mulus itu…sluurrppp..slurppp…shhhh…s sss oohh mas…sluurrp.…kutelusuri lehernya yang jenjang…kadang kugigit-gigit kecil…oowhh…massss…ohhh..Lia aku ingin bersamamu malam ini”ujarku…dia diam sambil menundukkan kepalanya….hmmmmm..tanpa tunggu jawabannya..langsun ku gendong dan ku bawa ke tempat tidur…mulai kuciumi bibirnya yang ranum…rhmmmm..sluruppp….ssshhm m..ohssss… lia sungguh enak bibirmu..hhmmsfh..ku buka perlahan-lahan dasternya…oohhhh…ternyata lia tidak memakai Bh dan celana dalam…sluruuurpp…slururpp…hmmm m…langsung ku jilati payudaranya yang putih mengkal…sluuruppp..ohhhssss…ma sssnnn…stertuuuusss… ucapnya terbata-bata. Kutelusuri lidahku ke memeknya yang rimbun…sluruuupp..kujilati itilnya…oohhhhsss….langsung kubalikan badanku tepat kontolku di mulutnya ….slruuup…oougfhhh…hmmmsssllii pp…kontolku langsung diisapnya…sambil tak lupa kuhisap juga memeknya yang ranum ini…ohhh mas….aku udah nggak tahan….tuussuuukk mas….saabbarrr…lia…aku ingin malam ini berkesan sekali’ujarku….oohhsusss…kujil ati terus sampai terasa banyak lendir yang keluar dari memeknya lia…massssssss….langsung ku ubah posisiku…dan siap-siap kutusukkan kontolku ini…slleeeeerrpp.. blesssshh..oohhhhh..crororlkkk …crorokk..crokk..ohh mas..enak sekali… kuangkat kakinya yang satu sambil terus kupompa kontolku …smsmshhggoouuhhh…..mass… teruskan masss….ennaakkk…sroorkkk..coro rkk…setelah setengah jam..saat-saat aku mo keluar..langsung ku minta lia untuk berbalik dan kutusukan kontolku lewat belakang (gaya doggy)…oougghhhh…enak sekali memek mu lia.’’sahutku…blesss…blesss…ma ss…enakk.. ku pompa kontolku secara cepat….dan akhirnya…lia kita keluarin sama-sama yah…iiiiiyyya mass…ohhhuuu…sssss..hhhh massss…aaaaaaaaaahhhh..kuteria k agak keras…dan akhirnya air pejuku muntah juga kedalam memeknya…oh mas enak sekali…lia lemas neh”sahutnya…setelah beberapa menit..lia mohon pamit kembali ke kamarnya karena sudah tinggalin anaknya 3 jam tuh..akhirnya aku juga tidur.

Keesokan harinya…kita berdua terlambat bangun pagi.. dan aku pikir lebih baik bersiap-siap aja untuk beberapa jam akan sandar di pelabuhan tanjung priok…saat aku lagi berbenah-benah..kudengar ketokan di pintu dan suaranya lia terdengar dari luar sana, Mas..udah siap-siapan yah..tanyanya. iya neh..sambil ku lirik dia membawa anaknya…ayo masuk dulu..”jawabku..Lia udah siapin barang-barangnya yah”tanyaku…ya udah lah mas, maka itu kita kesini mo memastikan, siapa tau mas masih belum bangun…gara-gara semalam”bisiknya di telingaku….hhmmm lia…kamu itu makin menggemaskan aja”sambil ku colek pantatnya…wow…kelihatannya dia nggak pake celana dalam neh.”ucapku dalam hati…aku jadi pengen buktiin neh…tapi bagaimana yach…? Soalnya dia bersama anaknya neh…dan sebentar lagi kira-kira 2 jam an udah mo nyampe di pelabuhan neh…waaahhh..aku jadi tambah panas dingin neh…kulihat lia menghempaskan pantatnya di tempat tidurku…anaknya juga disebelahnya…Lia kamu kok tambah cantik yah, memakai jilbab dan terusan (longdress) itu”ujarku.. ahh mas ini pasti kalo ngebilang itu ada maunya yach”selidiknya sambil senyum… langsung ku jawab ; tau aja”sahutku. Sambil kubereskan pakaianku dan kumasukin ke dalam tas, ku lihat anaknya udah mulai rewel neh…ndak tau kenapa yah..kali aja udah mulai ngantuk atau udah tau yah mamanya mo pikiran ngeres  “mama..ari kembali ke kamar dulu yach…”Tanya anaknya..mo ngapain ri…”anya mamanya, mo bobo bentaran aja…ngantuk neh…ohh ya udah…kalo gitu, ntar lagi mama nyusul…khan tinggal sejam lagi kita nyampe…ari bobo dulu yah ntar mama bangunin”sahut mamanya..langsung serta merta ari pamit ke kamarnya dan kututup pintu kamarku…..tanpa menunggu lama lagi…kuangkat longdress nya…oohhhh.. mass mo ngapain “pekik lia…hmmmmppp…betul yang kuduga..lia tidak pake celana dalam…pasti udah mo ngerasain kontolku lagi yah…langsung kujilati saja memeknya…sluuurppr..sluurprp…o ughhs…hmmmmss..masss …achhh…mass…setelah sekian menit langsung ku angkat kakinya satu di atas tempat tidur dan kutusukan kontolku ke memeknya…blessssss….srelllpp…. slleeeeeppp…bleessss ….ooouughhh…massssss….nikkmmaa ttt….sssss…cloopp.cl op..karena waktu yang terbatas…aku semakin cepat memompa memeknya.croooppp..cloppp..bun yi paha kita beradu…sluruuru…belssslsss..ss sshh..masss aku sungguh tidak bisass melupakanmu…ooohhh..liiaaa…mme mekmu sungguh legiiit…slreeepp..sloopp..cepa tan mas…langsung ku pompa lebih cepat lagi dan akhirnya…oooooohhhh…aaaaaaaahh hh lia…siaapp aku mo keluar…uuggghhh…croooot.crooto tt…croooot…pejuku keluar langsung mengisi rahimnya lagi…dan ooohhh mas…sungguh nikmat kontol dan air manimu itu “sahut lia..langsung tak lama pengumuman dari ABK bahwa setengah jam lagi kapal akan bersandar di Pelabuhan tanjung priok…serta merta kita berdua bergegas merapikan kembali pakaian dan lia kembali ke kamarnya dan aku langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri lagi..sebelum aku mandi ku bilang sama dia; pake celana dalam mu yah, soalnya nanti bisa diliat orang dan takutnya nanti aku minta lagi neh”ujarku…dibalasnya lia dengan memegang kontolku…hmmmmm…kontol yang nikmat”ujarnya..

Kapal sudah berlabuh di pelabuhan dan kita berdua sudah tiba di dermaga dan saat nya kita berpisah..masing-masing dari kita memberikan alamat rumah dan berharap di lain waktu kita bisa bertemu lagi…lambaian tanganku menyertai kepergian lia dan anaknya ke kampungnya…Oh lia…engkau memang birahi yang tak pernah padam…walaupun tubuhmu tertutup jilbab dan gaun panjang…namun kamu tidak bisa mempungkiri hatimu….

Demikian cerita seks kali ini, sampai selanjutnya ya…

Main Dengan Anak Majikan

Cerita dewasa Main dengan anak majikan, Namaku Dhani Anwar, aku bekerja sebagai sopir sekaligus tukang kebun dikeluarga Chinese yang tergolong kaya raya, kerjaku tergolong mudah yaitu mengantar putri tunggal mereka, Feilin, ke sekolah. Feilin memiliki wajah yang cantik, agak nakal, genit dan galak, ia mempunyai dua orang teman akrab yang satu bernama Nia, ia bertubuh langsing dan pemalu dan yang satunya bernama Tarida yang sifatnya periang dan suka bercanda. Mereka juga cantik-cantik, putih dan mulus. Tadinya aku bersikap acuh terhadap kegiatan mereka bertiga namun lama kelamaan aku menjadi penasaran apa saja yang mereka bertiga lakukan di halaman belakang yang dengan kerasnya dilarang dimasuki olehku, rasa penasaran setiap hari semakin membesar dan aku berniat mengintip apa saja yang mereka bertiga lakukan. Pada Tanggal 2 Februari Nia dan Tarida bermain kerumah dan seperti biasanya mereka bermain dihalaman belakang rumah. Dengan hati-hati aku membuka pintu menuju halaman belakang dan melihat sesuatu yang menggetarkan kalbu. Cerita dewasa terbaru hanya ada di sexceritadewasa.com.

Bagaikan tersambar petir disiang hari aku melihat Feilin, Nia dan Tarida sedang asik saling meraba dan berciuman satu sama lain, pakaian renang melekat ditubuh mereka. Otakku langsung menyala membara dengan nafsu yang bergejolak, rupanya ini yang selalu disembunyikan oleh mereka bertiga, entah sudah berapa lama mereka berdua menyimpan rahasia besar dihadapanku, namun dilihat dari cara mereka berciuman dan meraba sepertinya masih amatiran, pikiran kotorku langsung bekerja.
“Ehmmmm-ehem!” dengan sengaja aku muncul dan mengagetkan mereka bertiga.
“Awwww!!” ketiganya sangat terkejut, “Mang Dhani ngapain sihhhh… kan udah dibilang ngak boleh masuk!” Feilin tampak kesal dan cemberut.
“Gimana non enak yahhhh???”Aku dengan santai menghampiri mereka.
Feilin sepertinya akan membentakku lagi namun Tarida tiba-tiba menarik Feilin dan berbisik sesuatu ditelinga Feilin, “ihhhhhh ngakkk ahhh…” Feilin sepertinya keberatan entah apa yang dibisikkan ditelinganya. Tarida berbisik sesuatu lagi ditelinga Feilin. Kemarahan Feilin tiba-tiba seperti menghilang kini ia memandangiku dengan tatapan yang nakal. “Iya juga…. Hmmmm” Feilin seperti menimbang-nimbang sesuatu, kemudian ia mengangguk pada Tarida yang tersenyum dengan ceria. Tarida menghampiriku dan kemudian ia berkata “Karena mang Dhani sudah mengintip maka mang Dhani harus dihukum…” Tarida terkekeh-kekeh. “Dihukumm ?” Aku bertanya tidak mengerti. “Iya.. mulai sekarang Mang Dhani harus mau jadi boneka.. buat kami…”jawab Feilin.

Aku memandang tidak mengerti namun dengan memberanikan diri Tarida menjelaskan kepadaku tentang keingintahuan mereka terhadap anatomi laki-laki, sekata demi sekata diucapkan dengan terbata-bata.
ali ini Aku dan tiga gadis Chinese berada diruangan keluarga,

“Cuppp…. Cupp Cuppp”aku sedang asik menciumi Tarida, mereka bertiga masih berpakaian lengkap duduk dihadapanku, sedangkan aku bersujud dibawah kaki mereka. Tarida menggelinjang dan merintih lirih ketika ciumanku semakin turun kebawah dan mengendus-ngendus juga mengigit-gigit kecil bagian dadanya ang masih rapi terbungkus seragam sekolahnya, lidahku menyelinap liar dari sela-sela seragam sekolah Tarida . “hmmm errrhh… Tarida semakin legit deh..”Aku memujinya. “Legitt ? emangnya ketan… he he he”Tarida terkekeh-kekeh, tangannya membelai kepalaku yang masih asik menggeluti bagian dada Tarida dengan lembut. “Feilin… titit mang Dhani berdiri tuhhh…. Kasiann sendirian berdirinya kayak lagi nunggu Angkot”Tarida tersenyum genit. Feilin cekikikan sedangkan Nia tertunduk malu dan pura-pura tidak melihat kemaluanku. Aku berdiri dihadapan Tiga Gadis Chinese, tanpa harus diperintah Tarida yang berada ditengah langsung menjilati kepala kemaluanku, Feilin dan Nina menciumi batang kemaluanku, Batang kemaluanku seperti piala bergilir , sebentar ditarik oleh Tarida, sebentar kemudian sudah ditarik kekanan Oleh Feilin dan sebentar lagi ditarik kekiri dibelai-belai oleh Nia, Sambil menciumi dan menjilati Kemaluanku ketiga Gadis Chinese sesekali bercanda , tawa mereka berderai merdu, semakin lama nafsuku semakin naik keubun-ubun, aku kembali bersujud dihadapan ketiga Chinese , kudorong bahu Feilin agar ia bersandar kebelakang, Tanganku kini menyibakkan rok seragam Feilin sehingga pahanya yang kuning langsat kini terpampang dihadapanku.

Aku memandangi wajah Feilin, aku berusaha menarik turun celana dalam putihnya, Feilin hanya tertawa lepas sambil menepiskan kedua tanganku. “Mau ngapain hayooo… he he he” Tarida tertawa , suaranya terdengar begitu merdu dan menggoda. “Ngak boleh ahhh… Sono gih berobah dulu jadi siBleki…..Ayo menggongong….” Feilin menyuruhku. Terus terang aku sering tersinggung dengan permintaan Feilin yang aneh-aneh dan berulang kali menyakiti perasaanku sebagai laki-laki, namun demi sedikit kenikmatan aku terpaksa mengorbankan harga diriku. Dengan menahan rasa sakit hati aku berusaha mengikuti permintaannya , aku merangkak dan menggongong “Guk… Gukkkk Grrrhh…..”Aku menggeram-geram dan menggongong layaknya seekor Anjing, Feilin tertawa terbahak-bahak , Sedangkan kedua Chinese Lainnya tampak prihatin dengan keadaanku.”Heh… sini… jilati nih!!!” Feilin memerintahku Sambil merangkak aku menghampiri kaki Feilin aku menciumi dan menjilati betisnya , jilatanku terus naik-naik dan naik , Feilin mengangkangkan kedua kakinya seolah – olah memberi jalan bagiku. Tanpa membuang banyak waktu aku mengendus-ngendus selangkangan Feilin. “Good Boyyy…. “tangan Feilin menepuk-nepuk kepalaku, kedua kakinya naik kebahuku namun kemudian dengan kasar menendang bahuku sehingga aku terjengkang “Aduh…” Aku terjengkang kebelakang, aku semakin geram dengan perlakuan Feilin yang semena-mena . “Feilin jangan gitu donggg kan kasihan Mang Dhani….” Nia membelaku. “Iya ihhh… koqq kamu tega… sihhh…” Tarida juga ikut membelaku, Tarida dan Nia memang baik hati berbeda sekali dengan Feilin, Gadis Chinese yang satu ini memang bandel, genit, nakal, dan galak.

“Biar aja!!!! ” Feilin mendengus kesal kemudian ia duduk bersandar disofa. Tarida dan Nia membantuku berdiri “Mang Dhani ngak apa-apa kan ?” Nia bertanya dengan lembut. “Jangan dimasukkan dihati mang, Feilin memang seperti itu orangnya…. Nanti aku kasih yang lebih asik yah…” Tarida berbisik ditelingaku. Aku menelan ludahku ketika Tarida menyuruhku agar menelanjanginya, namun aku ragu, aku hanya berdiri mematung menatap mata Tarida. “Waduhhh tititnya Mang Dhani Koqq kempes kayak balon panjang aja….. kena paku ya mang….? Kudu ditambal donggg supaya he he he he” Tarida mengodaku, terus terang aku masih geram dengan perlakuan Feilin sehingga nafsu seksku turun. Tarida meraih tanganku dan meletakkan tanganku pada buah dadanya “Terserah mang Dhani mau ngapain…..” Tarida memandangiku dengan tatapan matanya yang menggoda, aku seperti api yang hampir padam terkena guyuran minyak , kedua tanganku kini meremas-remas buah dada Tarida, aku membalikkan tubuh Tarida dan memeluknya dari belakang ” Tarida… “aku meremas-remas kedua dada Tarida, sambil melakukan remasan-remasan tanganku melepaskan kancing baju seragam Tarida, setelah selesai melepaskan pakaian seragam Tarida , aku melepaskan pengait bra dan kemudian kuloloskan bra putih Tarida. Kedua tanganku kini mengusap-ngusap dan meremas lembut buah dada bagian bawah yang sangat halus dan lembut.. Aku melirik Nia, hatiku merasa tersentuh karena Nia yang baik seperti kebingungan , aku menarik tangannya dan juga membalikkan tubuhnya kemudian melepaskan pakaian seragam sekolah Nia dan juga Bra warna pink yang dikenakannya. “Ihhhhhh mang Dhani serakah amattt he he he Hmm Mmmmm” Tarida berkomentar, namun mulutnya kusekap dengan bibirku. Tanganku yang satu bergerilya meremas-remas buah dada Nia sedangkan yang satunya asik meremas-remas buah dada Tarida. Tarida menarik wajahnya sehingga ciumanku terlepas, kedua tangannya kini menarik kepala kemaluanku, diselipkannya kepala kemaluanku pada sela-sela pantatnya yang hangat, kemudian Tarida menggoyang-goyangkan pantatnya. “Uhhhh… belajar dari mana Non ? ” Aku bertanya pada Tarida. Tarida tidak menjawabku ia hanya tersenyum, kadang-kadang aku meringis kegelian karena himpitan buah pantat Tarida. “Mang Dhani sendiri belajar dari mana ?” Tarida malah balik bertanya padaku.

***************

Lima belas tahun yang lalu

“Diam kau gadis tengik…..ha ha ha” Aku menodongkan pisau pada seorang gadis cantik, si cantik ketakutan, tanganku bergerak menjamahi buah dadanya dan kemudian..

“Jangan Bang ampunnn….”Sicantik memelas memohon kepadaku ketika aku meremas-remas buah dadanya, airmata mulai meleleh dari matanya yang indah

“Brak…… hajar…. Siram!!!! Bakar…”Aku dikejutkan ketika pintu tiba-tiba didobrak dari luar , segerombolan orang menyerbu masuk, mereka menghajarku, menyeretku kesuatu tempat, beberapa temanku sudah banjir darah babak-belur dihajar massa . Seseorang mengguyurku dengan bensin…. Dan…

**************

“Lohhh….ditanya koq bengong sih mang ? “suara Tarida tiba-tiba menyadarkan lamunanku. Aku mengecup bibir Tarida, Nia menggeliat melepaskan tubuhnya dari pelukanku, kemudian Nia bersujud dihadapan Tarida dan… “Uchhhh Niaaa….. enakk…”tubuh Tarida menggelepar hebat ketika Nia menjilati bibir Vagina Tarida. Kedua tanganku mencengkram pinggul Tarida kemudian aku menekan-nekankan kemaluanku dengan lembut, tubuh Tarida bergerak terdorong perlahan kadang-kadang ia terdorong dengan kuat ketika aku melakukan tekanan yang kuat pada belahan pantatnya. Serangan Nia dan seranganku membuat Tarida meringis-ringis dan “Aaaa Ahh… Crrrr” tubuh Tarida mengeliat indah dan terkulai lemas dalam pelukanku, setelah menciuminya dengan lembut Aku melepaskan Tarida. Aku tidak dapat menahan nafsuku ketika melihat Nia yang masih asik menjilati vagina Tarida, Aku mengangkat tubuh Nia, kudorong tubuhnya agar berpelukan dengan Tarida dan mereka berciuman dengan lembut. Aku bersujud dihadapan buah pantat Nia, tanganku meremas-remas buah pantatnya yang padat dan kencang kemudian lidahku terjulur memoles-moles sela-sela pantat Nia, Nia menggoyang-goyangkan pantatnya , rupanya dia kegelian. Aku menekan buah pantat Nia dan kemudian lidahku menggeliat-geliat, lidahku semakin kuat menggeliat kedalam anus Nia. “Auhhhh…. Mang Dhanii….” Nia menarik pantatnya dan menepiskan tanganku yang mencengkram pinggulnya. “Ehhhh kenapa ?” Tarida bertanya karena tiba-tiba ciumannya yang lagi hot-hotnya dengan Nia jadi terganggu. “Lidah mang Dhani… Euh.. “ Nia tidak melanjutkan kata-katanya, wajahnya merah padam. Aku merangkak dan menghampiri Nia, lidahku terjulur menjilati Vagina Nia, tubuh Nia bergetar hebat, rintihan-rintihan Nia. Membuatku ingin melakukan aktivitas yang lebih mengasikkan

“Non.. kalau dicelup gimana…? Mau ?” Aku bertanya pada Nia. Nia memandangiku tidak mengerti. “Maksud mang Dhani……….” Nia tidak melanjutkan kata-katanya sepertinya dia baru tersadar maksudku. “Tapi… aku masih perawan manggg..” Nia tampak keberatan. “Ya ngak masalah… kan Cuma maen diluar aja…. Tapi nikmatnya wahhhh… 1000 x lebih nikmat ketimbang dijilat…..”kataku ambil mengusap-ngusap kedua pahanya, tanpa menunggu jawabannya aku menidurkan Nia diatas permadani bermotif bunga matahari . “Tapi…. Mang dhani yakin… ngak akan sampai itu…” Nia menggeser pantatnya ketika aku mencoba menggesekkan kepala kemaluanku menjilati Bagian bibir vaginanya .”Saya yakin Non… keperawanan letaknya kan didalam… jadi kalo sebatas kepala kemaluan sih masih aman-aman saja koqq”Aku menjawab keraguannya. “Hmmm berarti.. beneran yah yang ada dibuku pelajaran biologi….” Tarida memandangiku, aku hanya tersenyum sambil menangkap kedua kaki Nia. Nafas Nia terdengar sangat berat ketika aku mulai menggesek-gesekkan kepala kemaluanku pada gundukan mungilnya. “Hmmhh… “pinggangnya melenting keatas ketika aku berusaha mencelupkan kepala kemaluanku pada belahan diantara bibir Vaginanya. Aku menekan berkali-kali berusaha memelarkan bibir Vagina yang masih peret akhirnya menekan sekali lagi kali ini dengan disertai sentakan yang kuat dan “Crebbbb Slepppsss” kepala kemaluanku seperti melesat dan dijepit oleh bibir Vagina Nia. “Akssssshhhh….. ” Nia terkejut dan mulutnya terbuka seperti huruf O, tubuhnya melenting-lenting berusaha melepaskan diri namun aku mencengkram pinggulnya kuat-kuat. “Hahhhhh gilaaa… Nia.. Mang Dhani aduhhhh….!!!” Tarida terkejut, sementara nafas Nia yang tadinya tersenggal-senggal kini mulai dapat mengatur nafasnya , keringat – keringat nakal mulai membasahi tubuhnya yang putih dan mulus. Tangan kirinya meraba-raba gundukan Vaginanya , matanya mulai berair “Mang Dhani… Hhhh… Hhhhhh” Nia agak terisak, aku kebingungan, Nia menjelaskan sambil terisak rupanya ia takut keperawanannya terrengut olehku.

”Tenang…kan ngak ngerasain sakit…itu artinya keperawanan masih aman…”Aku menjelaskan padanya, setelah kujelaskan secara rinci dan teliti Nia berhenti terisak-isak. Aku memegang Batang kemaluanku, sesekali kugerakkan kemaluanku berputar dan sesekali kugoyangkan ke kanan dan ke kini, Bibir Vagina Nia yang masih mengemut kepala kemaluanku juga ikut monyong keana kemari mengikuti gerakanku. Mata Nia terpejam-pejam, bibirnya mendesah-desah ketika aku menggoyang kepala kemaluanku kekiri dan kekanan. “Achhhh… Unghh……..Crrrrrrttt ” Nia melenguh panjang, tubuhnya menggeliat dalam gerakan yang fantastis dan gemulai, keringat nakal tambah banyak dan kini menetes deras membasahi tubuhnya yang menggairahkan. “Aku mangg….” Tarida berbaring disisi Nia dan ia mengangkangkan kedua kakinya lebar-lebar. Aku meneduhi tubuhnya dan menciumi buah dada Tarida, aku senang banget sama Dada Tarida karena dadanya lebih gede dibandingkan kedua temannya, ciumanku merambat turun, turun dan turun sampai hinggap digundukan mungil diantara selangkangannya, lidahku menggeliat-geliat liar , menyelinap diantara belahan bibir vagina Tarida, Tarida menekan-nekan kepalaku sambil sesekali mengangkat-angkat pinggulnya.

Aku mulai mengambil posisi, kutempelkan kepala kemaluanku pada Bibir Vaginanya, terus aku mulai mencongkel-congkel sampai Tarida mendesis-desis dan merintih panjang. “Manggg…..” Tarida menarik pinggulnya sambil menutupi bagian Vaginanya dengan kedua belah tangannya, ia menarik pinggulnya kebelakang ketika kepala kemaluanku mulai mendesak bibir vaginanya rupanya ia ragu-ragu. Aku menyingkirkan kedua tangan Tarida, dan sekali lagi kembali kutempelkan kepala kemaluanku pada bibir Vaginanya, kugesek-gesekkan kepala kemaluanku lalu ku tekan kepala kemaluanku perlahan-lahan dan “Akhhhhhh Mangg…!!! ” Tarida menjerit kaget ketika kepala kemaluanku melesat masuk, Tarida terkulai lemas, nafasnya memburu kencang, sesekali ia merintih keras ketika aku menggoyang kepala kemaluanku dengan liar. “Owww rrcckkk Crrrrr” Tarida memejamkan matanya rapat-rapat menikmati kenikmatan yang datang menerpanya. Feilin menghampiriku namun aku tidak mempedulikannya , aku malahan asik memainkan buah dada Nia yang kini kembali mendesah-desah, sambil mendengus kesal Feilin meninggalkan kami bertiga. “Sudah- sudah…. Sudah sore…..udah mau hujan…..” Feilin cemberut, Nia dan Tarida terkekeh-kekeh kemudian mereka berdua menolak keinginanku untuk melanjutkan permainan lebih lama lagi, aku kemudian mengantarkan Nia dan Tarida pulang.

Bonus Mengintip Tante

Cerita Sex Bonus Mengintip Tante, Sejak tinggal dirumah nenek, aku bener-bener dimanja soal sex, juga soal duit. Sampai suatu ketika rumah nenek kedatangan tamu dari Manado, namanya Tante Wine. Menurut nenek Tante Wine ini tinggalnya di desa jadi agak kolot gitu. Tapi pas pertama dikenalkan, aku tidak melihat wajah desa dari Tante Wine. Raut muka yang cantik (nggak berbeda jauh dengan nenek Elsa) dengan postur yang semampai lagipula putih bersih membuat orang tidak mengira kalau Tante Wine adalah wanita desa. Satu-satunya yang bisa meyakinkan kalau Tante Wine orang desa adalah logat bahasanya yang bener-bener medok. Simak kelanjutan cerita sex bonus mengintip tante hanya di sexceritadewasa.com .

Akupun langsung akrab dengan Tante Wine karena orangnya lucu dan suka humor. Bahkan aku sering ngeledek karena dialeknya yang ngampung itu. Wajahnya keliatan agak Indo dengan tinggi kutaksir 162 cm. Pinggangnya langsing, lebih langsing dari nenek Elsa, dan yang bikin pikiran kacau adalah buah dadanya yang lumayan gede. Aku nggak tau persis ukurannya tapi cukup besar untuk menyembul dari balik daster.

Pikiran kotorku mulai bermain dan mengira-ngira. Apakah Tante Wine haus sex seperti kakaknya? Kalau kakaknya mau kenapa adiknya nggak dicoba? Akan merupakan sebuah pengalaman sex yang seru kalo aku bisa menidurinya. Pikiran-pikiran seperti itu berkecamuk dibenak kotorku. Apalagi dengan bisanya aku tidur dengan nenekku, (dan banyak wanita STW) rasanya semua wanita yang umurnya diatas 35 kuanggap akan lebih mudah ditiduri, hanya dengan sedikit pujian dan rayuan.

Dirumah, nenek Elsa sudah beberapa kali wanti-wanti padaku jangan sampe aku perlakukan Tante Wine sama sepertinya, rupanya Elsa cemburu karena ngeliat kemingkinan itu ada. Sampai suatu ketika nenek sedang pergi dengan kakek ke Surabaya selama dua hari. Sehari sebelum berangkat aku sempat melampiaskan nafsuku bersama Elsa di sebuah motel deket rumah, biar aman. Disana sekali lagi nenek Elsa wanti-wanti. Aku mengiyakan, aku bersusaha meyakinkan.

Setelah nenek dan kakek berangkat aku mulai menyusun rencana. Dirumah tinggal aku, Tante Wine dan seorang pembantu. Hari pertama niatku belom berhasil. Bebeapa kali aku menggoda Tante Wine dengan cerita-cerita menjuurus porno tapi Tante nggak bergeming. Saking nggak tahan nafsu ingin menyetubuhi Tante Wine, malamnya aku coba mengintip saat dia mandi. Dibelakang kamar mandi aku meletakkan kursi dan berencana mengintip dari lubang ventilasi.

Hari mulai malam ketika Tante Wine masuk kamar mandi, aku memutar kebelakang dan mulai melihat aktifitas seorang wanita cantik didalam kamar mandi. Perlahan kulihat Tante Wine menanggalkan daster merah jambunya dan menggantungkan di gantungan. Ups! Ternyata Tante Wine tidak memakai apa-apa lagi dibalik daster tadi. Putih mulus yang kuidam0idamkan kini terhampar jelas dibalik lubang fentilasi. Pertama Tante Wine membasuk wajahnya. Sejenak dia bengong dan tiba-tiba tangannya mengelus-elus lehernya, lama. Perlahan tangan itu mulai merambah buah dadanya yang besar. Aku berdebar, lututku gemetaran melihat adegan sensual didalam kamar mandi. Jemari Tante Wine menjeljah setiap jengkal tubuhnya yang indah dan berhenti diselangkangannya. Badan Tante Wine bergetar dan dengan mata mengatup dia sedikit mengerang ohh! Dan tubuhnya kelihatan melemas. Dia orgasme. Begitu cepatkah? Karena Mr. Happy-ku juga sudah menggeliat-geliat, aku menuntaskan nafsuku dibelakang kamar mandi dengan mata masih memandang ke dalam. Nggak sadar aku juga mengerang dan spermaku terbang jauh melayang.

Dalam beberapa detik aku memejamkan mata menahan sensasi kenikmatan. Ketika kubuka mata, wajah cantik Tante Wine sedang mendongak menatapku. Wah ketahuan nih. Belum sempat aku bereaksi ingin kabur, dari dalam kamar mandi Tante Wine memanggilku lirih.
“Andy, nggak baik mengintip,” kata tante Wine.
“Ma ma maafin,” jawabku gagap.
“Nggak apa-apa, dari pada disitu mendingan..,” kata Tante Wine lagi sambil tangannya melambai dan menunjuk arah ke dalam kamar mandi.
Aku paham maksudnya, dia memintaku masuk kedalam. Tanpa hitungan ketiga aku langsung loncat dan berlari memutar kedalam rumah dan sekejab aku sudah stand by di depan pintu kamar mandi. Smataku sedikit melongok sekeliling takut ketahuan pembantu. Hampir bersamaan pintu kamar mandi terbuka dan aku bergegas masuk. Kulihat Tante Wine melilitkan handuk ditubuhnya. Tapi karena handuknya agak kecil maka paha mulusnya jelas terlihat, putih dan sangat menggairahkan.

“Kamu pake ngitip aku segala,” ujar Tante Wine.
“Aku kan nggak enak kalo mau ngomong langsung, bisa-bisa aku di tampar, hahaha,” balasku.
Tante Wine memandangku tajam dan dia kemudian menerkam mulutku. Dengan busanya dia mencumbuku. Bibir, leher, tengkuk dan dadaku nggak lepas dari sapuan lidah dan bibirnya. Melihat aksi ini nggak ada rasa kalo Tante Wine tuh orang desa. Ternyata keahlian nge-sex itu tak memandang desa atau kota ya.

Sekali sentak kutarik handuknya dan wow! Pemandangan indah yang tadi masih jauh dari jangkauan kini bener-bener dekat, bahkat menempel ditubuhku. Dalam posisi masih berdiri kemudian Tante Wine membungkuk dan melahap Mr. happy yang sudah tegak kembali. Lama aku dihisapnya, nikat sekali rasanya. Tante Wine lebih rakus dari nenek Elsa. Atau mungkin disinilah letak ‘kampungan’nya, liar dan buas. Bebrapa detik kemudian setelah puas mengisapku, tante Wine mengambil duduk dibibir bak mandi dan menarik wajahku. Kutau maksudnya. Segera kusibakkan rambut indah diselangkangannya dan bibir merah labia mayora menantangku untuk dijilat. Jilatanku kemudian membuat Tante Wine menggelepar. Erangan demi erangan keluar dari mulut Tante Wine.

“Andi kamu hebat, pantesan si Elsa puas selalu,” cerocos Tante Wine.
“Emangnya Tante Wine tau?” jawabku disela aktifitas menjilat.
“Ya nenekmu itu cerita. Dan sebelum ke Surabaya dia wanti-wanti jangan menggodaku, dia cemburu tuh,” balas Tante Wine.
Ups, rupanya rahasiaku sudah terbongkar. Kuangkat wajahku, lidahku menjalar menyapu setiap jengkal kulit putih mulus Tante Wine.
“Sedari awal aku sudah tau kamu mengintip, tapi kubiarkan saja, bahkan kusengaja aja tadi pura-pura orgasme untuk memancingmu, padahal sih aku belum keluar tadi, heheh kamu tertipu ya, tapi Ndy, sekarang masukin yuk, aku bener-bener nggak tahan mau keluar,” kata Tante Wine lagi.
Aku sedikit malu juga ketahuan mengintip tadi.

Masih dalam posisi jongkok di bibir bak mandi, kuarahkan Mr. happy ke vaginanya. Tante Wine mengerang dan merem melek setiap kuenjot dengan batang kemaluanku yang sudah besar dan memerah. Lama kami bertarung dalam posisi ini, sesekali dia menarik tubuhku biar lebih dalam. Setelah puas dengan sensasi ini kami coba ganti posisi. Kali ini dalam posisi dua-duanya berdiri, kaki kanannya diangkat dan diletakkan diatas toilet. Agak sedikit menyamping kuarahkan Mr. Happy ke vaginanya. Dengan posisi ini kerasa banget gigitan vaginanya ketiga kuenjot keluar masuk. Kami berpelukan dan berciuman sementara Mr. Happy masih tetep aktif keluar masuk.

Puas dengan gaya itu kami coba mengganti posisi. Kali ini doggie style. Sambil membungkuk, tante Wine menopangkan tangan di bak mandi dan dari belakangnya kumasukkan kemaluanku. Uhh terasa nikmatnya karena batang Mr. Happy seakan dijepit dengan daging yang kenyal. Kutepuk tepuk pantatnya yang mulus dan berisi. Tante Wine mendesis-desis seperti kepedesan. Lama kami mengeksplorasi gaya ini.

Dalam beberapa menit kemudian Tante Wine memintaku untuk tiduran di lantai kamar mandi. Walaupun agak enggan, kulakuin juga maunya, tapi aku tidak bener-bener tiduran karena punggungku kusenderkan didinding sementara kakiku selonjoran. Dan dalam posisi begitu aku disergapnya dengan kaki mengangkangi tubuhku. Dan perlahan tangan kanannya memegang Mr. Happy, sedikit dikocoknya dan diarahkan ke vagina yang sudah membengkak. Sedetik kemudian dia sudah naik turun diatas tubuhku. Rupanya Tante Wine sangat menikmati posisi ini. Buktinya matanya terpejam dan desisannya menguat.

Lama kubiarkan dia menikmati gaya ini. Sesekali kucium bibirnya dan kumainkan pentil buah dadanya. Dia mengerang nikmat. Dan sejenak tiba-tiba raut mukanya berubah rona.
Dia meringis, mengerang dan berteriak.
“Ndy, aku mau nyampe nih, oh, oh, oh, ah, ah nikmatnya,” erangnya.
Tangannya meraih tubuhku dan aku dipeluknya erat. Tubuhnya menggeliat-geliat panas sekali.
“Ohh,” ditingkah erangan itu, kemudian tubuhnya melemah dipangkuanku.

Dalam hatiku curang juga nih Tante, masak aku dibiarkan tidak tuntas. Masih dalam posisi lemas, tubuhnya kutelentangkan di lantai kamar mandi tanpa mencabut mr happy dari vaginanya. Dan perlahan mulai kuenjot lagi. Dia mengerang lagi mendapatkan sensasi susulan. Uh tante Wine memang dahsyat, baru sebentar lunglai sekarang sudah galak lagi. Pinggulnya sudah bisa mengikuti alur irama goyanganku. Lama kami menikmati alunan irama seperti itu, kini giliranku mau sampai.
“Tante aku mau keluarin ya”, kataku menahan gejolak, bergetar suaraku.
“Sama-sama ya Ndy, aku mau lagi nih, ayo, yok keluarin, yok, ahh”.
Dibalik erangannya, akupun melolong seperti megap-megap. Sejurus kemudian kami sudah berpelukan lemas dilantai kamar mandi. Persetan dengan lantai ini, bersih atau nggak, emangnya gue pikirin. Kayaknya aku tertidur sejenak dan ketika sadar aku segera mengangkat tubuh Tante Wine dan kamipun mandi bersama.

Selesai mandi, kami bingung gimana harus keluar dari kamar mandi. Takut Bi Ijah tau. Kubiarkan Tante Wine yang keluar duluan, setelah aman aku menyusul kemudian. Namun bukannya kami kekamar masing-masing, Tante Wine langsung menysul ke kamarku setelah mengenakan daster. Aku yang masih telanjang di kamarku langsung disergapnya lagi. Dan kami melanjutkan babak babak berikutnya. Malam itu kami habiskan dengan penuh nafsu membara. Kuhitung ada sekitar 7 kali kami keluar bersama. Aku sendiri heran kenapa aku bisa orgasme sebanyak itu. Walaupun di ronde-ronde terakhir spermaku sudah tidak keluar lagi, tapi rasa puas karena multi orgasme tetap jadi sensasi.

Selama 2 hari nenek Elsa di Surabaya, aku habiskan segala kemampuan sexualku dengan Tante Wine. Sejak kejadian itu masih ada sebulan tante Wine tinggal dirumah nenek Elsa. Selama itu pula aku kucing-kucingan bermain cinta. Aku harus melayani nenek Elsa dan juga bermain cinta dengan Tante Wine. Semua pengalaman itu nyata kualami. Aku nggak merasa capek harus melayani dua wanita STW yang dua-duanya punya nafsu tinggi karena aku juga menikmatinya.

Ketika Salah Orang Berujung di Ranjang

Cerita dewasa ini berawal dari janjian ketemu dengan teman chat yang bernama fenny namun aku sendiri belum tahu cewek ini kayak gimana, namun yang terjadi malahan aku ketemu dengan tante girang yang sangat menggairahkan dan dianya ternyata memiliki janji yang sama untuk ketemuan dengan cowok jg, apa yang terjadi? simak cerita dewasa yang satu ini.

Saat janjian dengan Fenny pun hanya lewat SMS. Biasanya aku nggak pernah meladeni teman-teman chat yang janjian ketemu via SMS. Kapok, dulu pernah dibo’ongin. Tapi entah kenapa aku penasaran sekali dengan Fenny. Akhirnya kami janjian untuk ketemu di Mal Kelapa Gading, tepatnya di Wendy’s. Resenya, Fenny juga nggak mau kasi tau pakaian apa yang dia pakai dan ciri-cirinya. Pokoknya surprise, katanya.

Itulah kenapa hari Sabtu siang ini aku bengong-bengong ditemani baked potatoenya Wendy’s sambil menunggu kedatangan Fenny. Sudah hampir satu jam aku menunggu tapi tidak ada kabar. SMS-ku nggak dibales-bales, mau telepon pulsa udah sekarat. Aku hanya duduk sambil memperhatikan sekelilingku yang cukup sepi. Mataku tertuju pada seorang wanita keturunan Chinese berumur kira-kira 30-an yang duduk sendirian di salah satu sudut. Herannya sejak tadi wanita tersebut memperhatikanku terus. Aku sempat berpikir apa dia yang bernama Fenny. Tapi rasanya bukan. Akhirnya karena bete menunggu aku pun meninggalkan Wendy’s.

Tiba-tiba aku merasa ada yang menepuk bahuku dari belakang. Aku menoleh dan melihat wanita yang kuperhatikan tadi tersenyum ke arahku.
“Rio ya?” tanyanya. Aku terkejut. Kok dia tau namaku. Jangan-jangan wanita ini benar Fenny. Aku mengangguk.
“Iya, mm.. Fenny?” tanyaku. Wanita itu menggeleng sambil mengernyitkan kening.
“Bukan, kok Fenny sih? Kamu Rio yang di Kayuputih kan?” aku tambah bingung mendengarnya.
“Bukan, lho tante bukan Fenny?”.

Kemudian wanita itu mengajakku berteduh di salah satu sudut sambil menjelaskan maksud yang sebenarnya. Aku mendengarkan, lantas aku juga gantian menjelaskan. Akhirnya kami sama-sama tertawa terbahak-bahak setelah tau duduk persoalannya. Wanita itu bernama Linda, dan dia juga sedang janjian dengan teman chat-nya yang juga bernama Rio, seperti namaku. Akhirnya kami malah berkenalan karena orang-orang yang kami tunggu tak kunjung datang juga. Aku memanggilnya Ci Linda, karena dia menolak dipanggil tante. Kesannya tua katanya.

Siang itu Ci Linda malah mengajakku jalan-jalan. Aku ikut dengan Altis-nya karena aku tidak membawa mobil. Ci Linda mengajakku ke butik teman maminya di daerah Permata Hijau. Tante Wiwin, sang pemilik butik adalah seorang wanita yang sudah berusia di atas 50 tahun, tubuhnya cukup tinggi dan agak montok. Kulitnya yang putih bersih hari itu dibalut blus transparan yang bahunya terbuka lebar dan celana biru tua dari bahan yang sama dengan bajunya. Agak-agak eksentrik. Dasar desainer pikirku. Karena hari itu butik Tante Wiwin tidak begitu ramai, kami bertiga ngobrol-ngobrol sambil minum teh di salah satu ruang santai.

“Aduh Yo.. maaf..” seru Tante Wiwin. Wanita itu menumpahkan teh yang akan dituangnya ke cangkirku tepat di celanaku bagian pangkal paha. Aku sedikit mengentak karena tehnya agak panas.
“Nggak pa-pa Tante…” jawabku seraya menepuk-nepuk kemejaku yang juga kena tumpahan teh. Tante Wiwin reflek menepis-nepis bercak teh yang membasahi cenalaku. Ups.. tanpa sengaja jemari lembutnya menyentuh batang kemaluanku.
“Eh.. kok keras Yoo? Hihihi…” goda Tante Wiwin sambil memijit-mijit kemaluanku. Aku jadi tersenyum. Ya gimana nggak keras sedari ngobrol tadi mataku tak lepas dari bahu Tante Wiwin yang mulus dan kedua belah paha Ci Linda yang putih.
“Iya.. Tante sih numpahin…” jawabku setengah bercanda.
“Idih.. Tante Wiwin kumat genitnya deh… biasa Yo, udah lama nggak… awww!!” Ci Linda tak sempat menyelesaikan celetukkannya karena Tante Wiwin mencubit pinggang wanita itu.
“Iya nih Tante, udah numpahin digenitin lagi. Pokoknya bales tumpahin juga lho hihihi…” aku gantian menggoda wanita itu. Tante Wiwin malah tersenyum sambil merangkul leherku.
“Boleh, tapi jangan ditumpahin pake teh ya..” bisiknya di telingaku. Aku pura-pura bego.
“Abis mau ditumpahin apa Tante?” tanyaku. Tante Wiwin meremas batang penisku dengan gemas.
“Ya sama ‘teh alami’ dari kamu dong sayang.. mmmhhh…. mmmm…” Tante Wiwin langsung mengecup dan melumat bibirku. Aku yang memang sedari tadi sudah horny menyambut lumatan bibir Tante Wiwin dengan penuh nafsu. Kedua tanganku memeluk pinggang wanita setengah baya itu dengan posisi menyamping. Sementara tangan Tante Wiwin yang lembut merangkul leherku. Ah.. lembut sekali bibirnya.

Ci Linda yang melihat adegan kami tidak tinggal diam. Wanita berkulit putih mulus itu mendakati tubuhku dan mulai memainkan kancing celana jeansku. Tak sampai semenit wanita itu sudah berhasil melucuti celana jeansku sekaligus dengan celana dalamnya. Tanpa ampun lagi batang penisku yang sudah mulai mengeras itu berdiri tegak seolah menantang Ci Linda untuk menikmatinya. Ci Linda turun ke bawah sofa untuk memainkan penisku. Jemarinya yang lembut perlahan-lahan mengusap dan memijit setiap centi batang penisku. Ugghh.. birahiku semakin naik. Lumatan bibirku di bibir Tante Wiwin semakin bernafsu. Lidahku menjelajahi rongga mulut wanita setengah baya itu. Tante Wiwin merasa keasyikan.

Aku yang semakin terbakar nafsu mencoba menularkan gairahku ke Tante Wiwin. Dari bibir, lidahku berpindah ke telinganya yang dihiasi anting perak. Tante Wiwin menggelinjang keasyikan. Dia meminta waktu sebentar untuk melepas anting-antingnya agar aku lebih leluasa. Lidahku semakin liar menjelajahi telinga, leher dan bahu Tante Wiwin. Tampaknya wanita itu mulai tak kuasa menahan birahinya yang semakin memuncak. Dia melepaskan diri dari tubuhku dan memintaku untuk melorotkan celananya. Tanpa disuruh kedua kalinya aku pun langsung melucuti Tante Wiwin sekaligus dengan bajunya, hingga tubuh wanita itu bersih tanpa sehelai benang pun.

Gila, udah kepala empat tapi tubuh Tante Wiwin masih kencang. Kulitnya yang putih betul-betul terasa halus mulus. Sambil bersandar pada pegangan sofa, Tante Wiwin merentangkan kedua belah pahanya yang mulus dan memintaku melumat kemaluannya yang bersih tanpa bulu. Tanpa basa-basi aku langsung mendekatkan wajahku ke vaginanya dan mulai menjilati daerah pinggir kemaluannya.

“Hhhmmmm.. sshhh…. terusss Yoo….” desah Tante Wiwin keasyikan. Aku terus menjilati vaginanya sambil tangan kananku membelai pangkal pahanya yang mulus. Di bawah, Ci Linda masih asyik mempermainkan kemaluanku. Kelima jemarinya yang lentik lincah sekali membelai dan mengocok batang penisku yang ujungnya mulai basah. Sesekali lidahnya membasahi permukaan penisku. Sebagian batang penisku tampak merah terkena lipstik Ci Linda. Kepala wanita itu naik turun mengikuti ayunan kenikmatan di penisku. Ahhh… lembut sekali mulut Ci Linda mengulumnya. Saking asyiknya tak sadar aku sampai menghentikan permainanku dengan Tante Wiwin untuk merasakan kenikmatan yang diberikan Ci Linda. Tante Wiwin tersenyum melihat ekspresiku yang mengejang menahan nikmat. Wanita itu merengkuh kepalaku untuk melanjutkan tugasku memberi kenikmatan untuknya.

Aku semakin buas melumat kemaluan Tante Wiwin. Jemariku mulai ikut membantu. Liang kemaluan Tante Wiwin sudah kutembus dengan jari tengahku. Sambil kukocok-kocok, aku menjilati klitorisnya. Wanita itu menggelinjang tak karuan menahan rasa nikmat. Kedua tangannya yang lembut menjambak rambutku.

Tanpa kusadari, Ci Linda sudah melucuti dirinya sendiri sampai telanjang bulat. Tiba-tiba wanita itu naik ke atas tubuhku dan bersiap mengurung penisku dengan vaginanya yang lembut. Kedua tangannya merengkuh leherku. Tubuhnya mulai merendah hingga ujung penisku mulai menyentuh bibir vaginanya. Dengan bantuan tangan kiriku, perlahan penisku mulai masuk ke dalam liang kenikmatan itu, dan…. sssllppp blleeessss.. Amblas sudah penisku di liang kemaluan Ci Linda. Sambil memeluk bahuku, tubuh Ci Linda naik-turun. Ugghh.. nikmat sekali. Aku sampai nggak bisa konsen ngelumat vagina Tante Wiwin. Tapi aku nggak mau kalah. Yang penting Tante Wiwin mesti diberesin dulu.

Sambil menahan birahiku yang sudah di ubun-ubun gara-gara Ci Linda, aku terus melumat vagina Tante Wiwin. Jari tengahku yang kini sudah dibantu jari manis semakin cepat mengocok-ngocok di dalam vagina Tante Wiwin. Lidahku semakin liar menjelajahi klitoris dan bibir vaginanya. Tubuh Tante Wiwin pun semakin menggelinjang tak karuan. Sepertinya wanita itu sudah tak kuasa lagi menahan kenikmatan yang kuberikan. Aku pun mulai merasa dinding vaginanya berdenyut.

“Sssshhh… ooohhh… Riioooo…..aahhhh….” Tante Wiwin mendesah meregang nikmat sambil meremas kepalaku yang masih menempel ketat di vaginanya. Aku merasakan rembesan lendir yang cukup deras dari dalam sana. Hmmm… aroma vagina yang begitu khas segera tercium. Aku pun menghirup lendir-lendir kenikmatan itu sambil menjilati sisa-sisa yang menempel di vagina Tante Wiwin. Setelah puas melepas kenikmatannya, Tante Wiwin mengangkat kedua pahanya dari tubuhku dan membiarkan aku leluasa menikmati permainan dengan Ci Linda.

Bebas dari tubuh Tante Wiwin, kini Ci Linda yang mendekap tubuhku erat. Payudaranya yang bulat dan montok menempel ketat di dadaku. Ahh.. kenyal sekali. Aku semakin merasakan kekenyalannya karena tubuh Ci Linda naik-turun. Sementara bibir kami asyik saling melumat.
“Mmhhh..ssllppp…aahh…mmmmmm…” berisik sekali kami berciuman. Tante Wiwin sampai geleng-geleng melihat kami berdua yang sama-sama dipacu birahi.

Kemudian kami bertukar posisi. Tubuh kami berguling ke arah berlawanan sehingga kini tubuh Ci Linda duduk bersandar di sofa dengan posisi kedua kaki mulusnya yang mengangkang. Sambil bertumpu pada lutut di lantai, aku bersiap memasukkan penisku lagi ke dalam liang kemaluan Ci Linda. Ugghh… kali ini lebih mudah karena vagina Ci Linda sudah basah. Pantatku maju mundur seiring kenikmatan yang dirasakan Ci Linda. Wanita itu bahkan sudah tak kuasa memeluk tubuhku. Kedua tangannya direntangkan untuk menahan rasa nikmat yang dirasakannya. Aku semakin menggoyang pantatku dengan keras. Aku tahu bahwa sebentar lagi Ci Linda akan mencapai klimaks, namun aku juga tahu bahwa Ci Linda tak mau kalah denganku. Aku melihat ekspresinya yang berusaha menahan nikmat.

“Terus Yo… bentar lagi tuh.. hihihi…” goda Tante Wiwin. Aku tersenyum kemudian mengecup bibir wanita yang sedang duduk di samping Ci Linda tersebut. Tante Wiwin malah membantuku dengan menjilat, mengisap dan mengulum payudara dan puting Ci Linda.
“Aahhh… Yoooo… sssshhhhh…..” akhirnya Ci Linda meregang kenikmatannya. Aku merasakan cairan hangat membasahi penisku di dalam vaginanya. Aku mendekap tubuh Ci Linda yang hangat.
“Hh.. gila kamu Yo, aku pikir bakal kamu duluan…” ujar Ci Linda. Aku tersenyum sambil melirik ke arah Tante Wiwin.
“Ya kan berkat bantuan Tante Wiwin..” jawabku seraya mencubit hidung Tante Wiwin. Wanita itu memelukku.
“Nah, sekarang giliran aku lagi Yo, kamu kan belum puasin aku dengan pentunganmu itu hihihi… Ayo, kali ini pasti kamu udah nggak tahan..” Tante Wiwin menantangku bermain lagi. Tanpa diminta dua kali aku langsung menjawab tantangannya. Aku pun melakukan hal yang sama seperti dengan Ci Linda tadi. Kali ini aku mengakui permainan Tante Wiwin yang jauh lebih liar dan berpengalaman. Akhirnya kami klimaks bersama-sama. Aku klimaks di dalam vagina Tante Wiwin yang hangat.

Ruang santai itu memang betul-betul hebat. Tak seorang karyawan pun yang mengetahui apa yang baru saja kami lakukan. Setelah puas bermain, kami bertiga mandi bersama. Tadinya setelah mandi kami mau melanjutkan lagi di kamar tidur Tante Wiwin. Tapi karena sudah sore, sebentar lagi suami Tante Wiwin pulang. Untungnya Ci Linda punya ide untuk melanjutkan di hotel. Tante Wiwin pun setuju, namun aku dan Ci Linda berangkat duluan.

Malam itu kami check-in di salah satu hotel di daerah Thamrin. Aku dan Ci Linda lebih dulu melanjutkan permainan. Satu jam kemudian Tante Wiwin baru datang melengkapi kenikmatan kami. Dan yang bikin aku surprise, malam itu Tante Wiwin mengajak teman seprofesinya yang umurnya kira-kira lebih muda 3 atau 5 tahun, namanya Tante Ida. Malam itu aku betul-betul puas bersenang-senang dengan mereka bertiga. Kami melepas birahi sampai jam 3 pagi. Kemudian kami tidur sampai jam 9 pagi, lantas kembali menuntaskan permainan. Aku betul-betul tidak menyangka kalau gara-gara salah orang bisa sampai seperti ini.

Sampai kini aku nggak pernah ketemu dengan Fanny, teman chat-ku. Kami pun nggak pernah SMS-an lagi. Entah kemana perginya Fanny. Tapi yang jelas semenjak kejadian itu, aku terus keep contact dengan Ci Linda, Tante Wiwin dan Tante Ida. Sekarang Ci Linda sudah menikah dan tinggal di Australia dengan suaminya. Tapi kami masih sering kontak. Sedangkan dengan Tante Wiwin dan Tante Ida, aku masih terus berhubungan untuk sesekali berbagi kenikmatan. Tadinya mereka ingin memeliharaku sebagai gigolo, namun aku menolak karena aku melakukannya bukan untuk uang dan materi, tapi untuk kesenangan saja. Kadang kalau Ci Linda sedang di Indonesia, kami menyempatkan diri untuk mengunjungi butik Tante Wiwin bersama-sama untuk melepas birahi. Tempat Tante Wiwin sering dijadikan tempat affair kami agar suaminya tidak curiga.

Oke, segitu dulu pengalamanku. Salam manis buat Ci Linda yang lagi hamil 3 bulan. Mudah-mudahan kesampean dapat anak laki-laki. Buat Tante Wiwin dan Tante Ida, thank’s buat kehangatan yang diberikan. Juga buat Fanny, my mysterious friend yang udah membuka jalan hehehe… Lain kali kalau ada pengalaman yang berkesan, aku akan ceritakan lagi di situs ini.

heheheheheheh

Sebenarnya saya malu untuk menuliskan cerita ini, tetapi karena sudah banyak yang menggunakan media ini untuk menuliskan cerita-cerita tentang seks walaupun saya sendiri tidak yakin apakah itu semuanya fakta atau fiksi belaka. Memang cerita yang saya tulis ini cukup memalukan tetapi di samping itu ada kejadian yang lucu dan memang sama sekali belum pernah saya alami.

Awal mula dari cerita ini adalah ketika saya baru saja tinggal di sebuah daerah perumahan yang relatif baru di daerah pinggiran kota-maaf, nama daerah tersebut tidak saya sebutkan mengingat untuk menjaga nama baik dan harga diri keluarga terutama suami dan kedua anak saya. Saya tinggal di situ baru sekitar 6 bulanan.

Karena daerah perumahan tersebut masih baru maka jumlah keluarga yang menempati rumah di situ masih relatif sedikit tetapi khusus untuk blok daerah rumah saya sudah lumayan banyak dan ramai. Rata-rata keluarga kecil seperti keluarga saya juga yaitu yang sudah masuk generasi Keluarga Berencana, rata-rata hanya mempunyai dua anak tetapi ada juga yang hanya satu anak saja.

 

Sudah seperti biasanya bila kita menempati daerah perumahan baru, saya dengan sengaja berusaha untuk banyak bergaul dengan para tetangga bahkan juga dengan tetangga-tetangga di blok yang lain. Dari hasil bergaul tersebut timbul kesepakatan di antara ibu-ibu di blok daerah rumahku untuk mengadakan arisan sekali dalam sebulan dan diadakan bergiliran di setiap rumah pesertanya.

Suatu ketika sedang berlangsung acara arisan tersebut di sebuah rumah yang berada di deretan depan rumahku, pemilik rumah tersebut biasa dipanggil Bu Soni (bukan nama sebenarnya) dan sudah lebih dulu satu tahun tinggal di daerah perumahan ini daripada saya. Bu Soni bisa dibilang ramah, banyak ngomongnya dan senang bercanda dan sampai saat tulisan ini aku buat dia baru mempunyai satu anak, perempuan, berusia 8 tahun walaupun usia rumah tangganya sudah 10 tahun sedangkan aku sudah 30 tahun. Aku menikah ketika masih berusia 22 tahun. Suaminya bekerja di sebuah perusahaan swasta dan kehidupannya juga bisa dibilang kecukupan.

Setelah acara arisan selesai saya masih tetap asyik ngobrol dengan Bu Soni karena tertarik dengan keramahan dan banyak omongnya itu sekalipun ibu-ibu yang lain sudah pulang semua. Dia kemudian bertanya tentang keluargaku, “Jeng Mar. Putra-putranya itu sudah umur berapa, sih, kok sudah dewasa-dewasa, ya?” (Jeng Mar adalah nama panggilanku tetapi bukan sebenarnya) tanya Bu Soni kepadaku.
“Kalau yang pertama 18 tahun dan yang paling ragil itu 14 tahun. Cuma yaitu Bu, nakalnya wah, wah, waa.. Aah benar-benar, deh. Saya, tuh, suka capek marahinnya.”
“Lho, ya, namanya juga anak laki-laki. Ya, biasalah, Jeng.”
“Lebih nikmat situ, ya. Anak cuma satu dan perempuan lagi. Nggak bengal.”
“Ah, siapa bilang Jeng Mar. Sama kok. Cuma yaitu, saya dari dulu, ya, cuma satu saja. Sebetulnya saya ingin punya satu lagi, deh. Ya, seperti situ.”
“Lho, mbok ya bilang saja sama suaminya. ee.. siapa tahu ada rejeki, si putri tunggalnya itu bisa punya adik. Situ juga sama suaminya kan masih sama-sama muda.”
“Ya, itulah Jeng. Papanya itu lho, suka susah. Dulu, ya, waktu kami mau mulai berumah tangga sepakat untuk punya dua saja. Ya, itung-itung mengikuti program pemerintah, toh, Jeng. Tapi nggak tahu lah papanya tuh. Kayaknya sekarang malah tambah asik saja sama kerjaannya. Terlalu sering capek.”
“O, itu toh. Ya, mbok diberi tahu saja kalau sewaktu-waktu punya perhatian sama keluarga. ‘Kan yang namanya kerja itu juga butuh istirahat. Mbok dirayu lah gitu.”
“Wah, sudah dari dulu Jeng. Tapi, ya, tetap susah saja, tuh. Sebenernya ini, lho, Jeng Mar. Eh, maaf, ya, Jeng kalo’ saya omongin. Tapi Jeng Mar tentunya juga tau dong masalah suami-istri ‘kan.”
“Ya, memang. Ya, orang-orang yang sudah seperti kita ini masalahnya sudah macem-macem, toh, Bu. Sebenarnya Bu Soni ini ada masalah apa, toh?”
“Ya, begini Jeng, suami saya itu kalo’ bergaul sama saya suka cepet-cepet mau rampung saja, lho. Padahal yang namanya istri seperti kita-kita ini ‘kan juga ingin membutuhkan kenikmatan yang lebih lama, toh, Jeng.”
“O, itu, toh. Mungkin situ kurang lama merayunya. Mungkin suaminya butuh variasi atau model yang agak macem-macem, gitu.”
“Ya, seperti apa ya, Jeng. Dia itu kalo’ lagi mau, yang langsung saja. Saya seringnya nggak dirangsang apa-apa. Kalo’ Jeng Mar, gimana, toh? Eh, maaf lho, Jeng.”
“Kalo’ saya dan suami saya itu saling rayu-merayu dulu. Kalo’ suami saya yang mulai duluan, ya, dia biasanya ngajak bercanda dulu dan akhirnya menjurus yang ke porno-porno gitulah. Sama seperti saya juga kalau misalnya saya yang mau duluan.””Terus apa cuma gitu saja, Jeng.”
“O, ya tidak. Kalo’ saya yang merayu, biasanya punya suami saya itu saya pegang-pegang. Ukurannya besar dan panjang, lho. Terus untuk lebih menggairahkannya, ya, punyanya itu saya enyot dengan mulut saya. Saya isep-isep.”
“ii.. Iih. Jeng Mar, ih. Apa nggak jijik, tuh? Saya saja membayangkannya juga sudah geli. Hii..”
“Ya, dulu waktu pertama kali, ya, jijik juga, sih. Tetapi suami saya itu selalu rajin, kok, membersihkan gituannya, jadi ya lama-lama buat saya nikmat juga. Soalnya ukurannya itu, sih, yang lumayan besar. Saya sendiri suka gampang terangsang kalo’ lagi ngeliat. Mungkin situ juga kalo’ ngeliat, wah pasti kepengen, deh.”
“Ih, saya belon pernah, tuh, Jeng. Lalu kalo’ suaminya duluan yang mulai begimana?”
“Saya ditelanjangi sampai polos sama sekali. Dia paling suka merema-remas payudara saya dan juga menjilati putingnya dan kadang lagaknya seperti bayi yang sedang mengenyot susu.”, kataku sambil ketawa dan tampak Bu Soni juga tertawa.
“Habis itu badan saya dijilati dan dia juga paling suka menjilati kepunyaan saya. Rasanya buat saya, ya, nikmat juga dan biasanya saya semakin terangsang untuk begituan. Dia juga pernah bilang sama saya kalo’ punya saya itu semakin nikmat dan saya disuruh meliara baik-baik.”
“Ah, tapi untuk yang begituan itu saya dan suami saya sama sekali belum pernah, lho, Jeng. Tapi mungkin ada baiknya untuk dicoba juga, ya, Jeng. Tapi tadi itu masalah yang situ dijilatin punyanya. Rasa enaknya seperti apa, sih, Jeng.”
“Wah, Bu Soni ini, kok, seperti kurang pergaulan saja, toh.”
“Lho, terus terang Jeng. Memang saya belon pernah, kok.”
“Ya, geli-geli begitulah. Susah juga untuk dijelasin kalo’ belum pernah merasakan sendiri.” Lalu kami berdua tertawa.

Setelah berhenti tertawa, aku bertanya, “Bu Soni mau tau rasanya kalau gituannya dijilati?”
“Yah, nanti saya rayu, deh, suami saya. Mungkin nikmat juga ya.” Ucapnya sambil tersenyum.
“Apa perlu saya dulu yang coba?”, tanyaku sambil bercanda dan tersenyum.
“Hush!! Jeng Mar ini ada-ada saja, ah”, sambil tertawa.
“Ya, biar tidak kaget ketika dengan suaminya nanti. Kita ‘kan juga sama-sama wanita.”
“Wah, kayak lesbian saja. Nanti saya jadi ketagihan, lho. Malah takutnya lebih senang sama situ daripada sama suami saya sendiri. Ih! Malu’ akh.”, sambil tertawa.
“Atau kalo’ nggak mau gitu, nanti saya kasih tau gimana membuat penampilan bulu gituannya biar suaminya situ tertarik. Kadang-kadang bentuk dan penataannya juga mempengaruhi rangsangan suami, lho, Bu Soni.”
“Ah, Jeng ini.”
“Ee! Betul, lho. Mungkin bentuk bulu-bulu gituannya Bu Soni penampilannya kurang merangsang. Kalo’ boleh saya lihat sebentar gimana?”
“Wah, ya, gimana ya. Tapii.. ya boleh, deh. Eh, tapi saya juga boleh liat donk punyanya situ. Sama-sama donk, ‘kan kata Jeng tadi kita ini sama-sama wanita.””Ya, ‘kan saya cuma mau bantu situ supaya bisa usaha untuk punya anak lagi.””Kalo’ gitu kita ke kamar saja, deh. Suami saya juga biasanya pulang malam. Yuk, Jeng.”

Langsung kita berdua ke kamar Bu Soni. Kamarnya cukup tertata rapi, tempat tidurnya cukup besar dan dengan kasur busa. Di dindingnya ada tergantung beberapa foto Bu Soni dan suaminya dan ada juga foto sekeluarga dengan anaknya yang masih semata wayang. Saya kemudian ke luar sebentar untuk telepon ke rumah kalau pulangnya agak telat karena ada urusan dengan perkumpulan ibu-ibu dan kebetulan yang menerima suamiku sendiri dan ternyata dia setuju saja.

Setelah kita berdua di kamar, Bu Soni bertanya kepadaku, “Bagaimana Jeng? Kira-kira siap?”
“Ayolah. Apa sebaiknya kita langsung telanjang bulat saja?”
“OK, deh.”, jawab Bu Soni dengan agak tersenyum malu. Akhirnya kita berdua mulai melepas pakaian satu-persatu dan akhirnya polos lah semua. Bulu kemaluan Bu Soni cukup lebat juga hanya bentuknya keriting dan menyebar, tidak seperti miliku yang lurus dan tertata dengan bentuk segitiga ke arah bawah. Lalu aku menyentuh payudaranya yang agak bulat tetapi tidak terlalu besar, “Lumayan juga, lho, Bu.” Lalu Bu Soni pun langsung memegang payudaraku juga sambil berkata, “Sama juga seperti punya Jeng.” Aku pun minta ijin untuk mengulum kedua payudaranya dan dia langsung menyanggupi.

Kujilati kedua putingnya yang berwarna agak kecoklat-coklatan tetapi lumayan nikmat juga. Lalu kujilati secara keseluruhan payudaranya. Bu Soni nampak terangsang dan napasnya mulai memburu. “Enak juga, ya, Jeng. Boleh punya Jeng saya coba juga?””Silakan saja.”, ijinku. Lalu Bu Soni pun melakukannya dan tampak sekali kalau dia masih sangat kaku dalam soal seks, jilatan dan kulumannya masih terasa kaku dan kurang begitu merangsang. Tetapi lumayanlah, dengan cara seperti ini aku secara tidak langsung sudah menolong dia untuk bisa mendapatkan anak lagi.

Setelah selesai saling menjilati payudara, kami berdua duduk-duduk di atas tempat tidur berkasur busa yang cukup empuk. Aku kemudian memohon Bu Soni untuk melihat liang kewanitaannya lebih jelas, “Bu Soni. Boleh nggak saya liat gituannya? Kok bulu-bulunya agak keriting. Tidak seperti milik saya, lurus-lurus dan lembut.” Dengan agak malu Bu Soni membolehkan, “Yaa.. silakan saja, deh, Jeng.” Aku menyuruh dia, “Rebahin saja badannya terus tolong kangkangin kakinya yang lebar.” Begitu dia lakukan semuanya terlihatlah daging kemaluannya yang memerah segar dengan bibirnya yang sudah agak keluar dikelilingi oleh bulu yang cukup lebat dan keriting. mm.. Cukup merangsang juga penampilannya.

Kudekatkan wajahku ke liang kewanitaannya lalu kukatakan kepada Bu Soni bahwa bentuk kemaluannya sudah cukup merangsang hanya saja akan lebih indah pemandangannya bila bulunya sering disisir agar semakin lurus dan rapi seperti milikku. Lalu kusentuh-sentuh daging kemaluannya dengan tanganku, empuk dan tampak cukup terpelihara baik, bersih dan tidak ada bau apa-apa. Nampak dia agak kegelian ketika sentuhan tanganku mendarat di permukaan alat kelaminnya dan dia mengeluh lirih, “Aduh, geli, lho, Jeng.”
“Apa lagi kalo’ dijilat, Bu Soni. Nikmat, deh. Boleh saya coba?”
“Aduh, gimana, ya, Jeng. Saya masih jijik, sih.”
“Makanya dicoba.”, kataku sambil kuelus salah satu pahanya.
“mm.. Ya, silakan, deh, Jeng. Tapi saya tutup mata saja, ah.”

Lalu kucium bibir kemaluannya sekali, chuph!! “aa.. Aah.”, Bu Soni mengerang dan agak mengangkat badannya. Lalu kutanya, “Kenapa? Sakit, ya?” Dia menjawab, “Geli sekali.” “Saya teruskan, ya?” Bu Soni pun hanya mengangguk sambil tersenyum. Kuciumi lagi bibir kemaluannya berkali-kali dan rasa geli yang dia rasakan membuat kedua kakinya bergerak-gerak tetapi kupegangi kedua pangkal pahanya erat-erat. Badannya bergerinjal-gerinjal, pantatnya naik turun. Uh! Pemandangan yang lucu sekali, aku pun sempat ketawa melihatnya. Saya keluarkan lidah dan saya sentuhkan ujungnya ke bibir kemaluannya berkali-kali. Oh! Aku semakin terbawa napsu. Kujilati keseluruhan permukaan memeknya, gerakanku semakin cepat dan ganas. Oh, Bu Soni, memekmu nikmaa..aat sekali.

Aku sudah tak ingat apa-apa lagi. Semua terkonsentrasi pada pekerjaan menjilati liang kewanitaan Bu Soni. Emm.., Enak sekali. Terus kujilati dengan penuh napsu. Pinggir ke tengah dan gerakan melingkar. Kumasukan lidahku ke dalam celah bibir kemaluannya yang sudah mulai membuka. Ouw! Hangat sekali dan cairannya mulai keluar dan terasa agak asin dan baunya yang khas mulai menyengat ke dalam lubang hidungku. Tapi aku tak peduli, yang penting rasa kemaluan Bu Soni semakin lezat apalagi dibumbui dengan cairan yang keluar semakin banyak. Kuoleskan ke seluruh permukaan kemaluannya dengan lidahku. Jilatanku semakin licin dan seolah-olah semua makanan yang ku makan pada saat acara arisan tadi rasanya tidak ada apa-apanya. Badan Bu Soni bergerinjal semakin hebat begitu juga pantatnya naik-turun dengan drastis. Dia mengerang lirih, “aa.. Ah, ee.. Eekh, ee.. Eekh, Jee.. Eeng, auw, oo.. Ooh. Emm.. Mmh. Hah, hah, hah,.. Hah.” Dan saat mencapai klimaks dia merintih, “aa.., aa.., aa.., aa.., aah”, Cairan kewanitaannya keluar agak banyak dan deras. OK, nampaknya Bu Soni sudah mencapai titik puncaknya.

Tampak Bu Soni telentang lemas dan aku tanya, “Bagaimana? Enak? Ada rasa puas?” “Lumayan nikmat, Jeng. Situ nggak jijik, ya.”
“Kan sudah biasa juga sama suami.” Kemudian aku bertanya sembari bercanda, “Situ mau coba punya saya juga?”
“Ah, Jeng ini. Jijik ‘kan.”, sembari ketawa.
“Yaa.. Mungkin belon dicoba. Punya saya selalu bersih, kok. ‘Kan suami saya selalu mengingatkan saya untuk memeliharanya.” Kemudian Bu Soni agak berpikir, mungkin ragu-ragu antara mau atau tidak. Lalu, “Boleh, deh, Jeng. Tapi saya pelan-pelan saja, ah. Nggak berani lama-lama.”
“Ya, ndak apa-apa. ‘Kan katanya situ belum biasa. Betul? Mau coba?” tantangku sembari senyum. Lalu dia cuma mengangguk. Kemudian aku menelentangkan badanku dan langsung kukangkangkan kedua kakiku agar terlihat liang kewanitaanku yang masih indah bentuknya. Tampak Bu Soni mulai mendekatkan wajahnya ke liang kewanitaanku lalu berkata, “Wah, Jeng bulu-bulunya lurus, lemas dan teratur. Pantes suaminya selalu bergairah.” Aku hanya tertawa.

Tak lama kemudian aku rasakan sesuatu yang agak basah menyentuh kemaluanku. Kepalaku aku angkat dan terlihat Bu Soni mulai berani menyentuh-nyentuhkan ujung lidahnya ke liang kewanitaanku. Kuberi dia semangat, “Terus, terus, Bu. Saya merasa nikmat, kok”. Dia hanya memandangku dan tersenyum. Kurebahkan lagi seluruh tubuhku dan kurasakan semakin luas penampang lidah Bu Soni menjilati liang kewanitaan saya. Oh! Aku mulai terangsang. Emm.. Mmh. Bu Soni sudah mulai berani. oo.. Ooh nikmat sekali. Sedaa.. Aap. Terasa semakin lincah gerakan lidahnya, aku angkat kepalaku dan kulihat Bu Soni sudah mulai tenggelam dalam kenikmatan, rupanya rasa jijik sudah mulai sirna. Gerakan lidahnya masih terasa kaku, tetapi ini sudah merupakan perkembangan. Syukurlah. Mudah-mudahan dia bisa bercumbu lebih hebat dengan suaminya nanti.

Lama-kelamaan semakin nikmat. Aku merintih nikmat, “Emm.. Mmh. Ouw. aa.. Aah, aa.. Aah. uu.. uuh. te.. te.. Rus teruu..uus.” Bibir kemaluanku terasa dikulum oleh bibir mulut Bu Soni. Terasa dia menciumi kemaluanku dengan bernafsu. Emm.. Mmh, enaknya. Untuk lebih nikmat Bu Soni kusuruh, “Pegang dan elus-elus paha saya. Enak sekali Bu.” Dengan spontan kedua tangannya langsung mengayunkan elusannya di pahaku. Dia mainkan sampai pangkal paha. Bukan main! Sudah sama layaknya aku main dengan suamiku sendiri. Terlihat Bu Soni sudah betul-betul asyik dan sibuk menjilati liang kewanitaanku. Gerakan ke atas ke bawah melingkar ke seluruh liang kewanitaanku. Seolah-olah dia sudah mulai terlatih.

Kemudian aku suruh dia untuk menyisipkan lidahnya ke dalam liang kewanitaanku. Dahinya agak berkerut tetapi dicobanya juga dengan menekan lidahnya ke lubang di antara bibir kemaluan saya. “Aaa.. Aakh! Nikmat sekali. Aku mulai naik untuk mencapai klimaks. Kedua tangannya terus mengelus kedua pahaku tanpa henti. Aku mulai naik dan terasa lubang kemaluanku semakin hangat, mungkin lendir kemaluanku sudah banyak yang keluar. Akhirnya aku pun mencapai klimaks dan aku merintih, “aa.. Aah, uuh”. Sialan Bu Soni tampaknya masih asyik menjilati sedangkan badanku sudah mulai lemas dan lelah. Bu Soni pun bertanya karena gerak kaki dan badanku berhenti, “Gimana, Jeng?” Aku berkata lirih sambil senyum kepadanya, “Jempolan. Sekarang Bu Soni sudah mulai pinter.” Dia hanya tersenyum.
Aku tanya kembali, “Bagaimana? Situ masih jijik nggak?”
“Sedikit, kok.”, jawabnya sembari tertawa, dan akupun ikut tertawa geli.
“Begitulah Bu Soni. Mudah-mudahan bisa dilanjutkan lebih mesra lagi dengan suaminya, tetapi jangan bilang, lho, dari saya.”
“oo.., ya, ndak, toh, Jeng. Saya ‘kan juga malu. Nanti semua orang tahu bagaimana?””Sekarang yang penting berusaha agar putrinya bisa punya adik. Kasihan, lho, mungkin sejak dulu dia mengharapkan seorang adik.”
“Ya, mudah-mudahan lah, Jeng. Rejeki akan segera datang. Eh! Ngomong-ngomong, Jeng mau nggak kalo’ kapan-kapan kita bersama kayak tadi lagi?”
“Naa.., ya, sudah mulai ketagihan, deh. Yaa, itu terserah situ saja. Tapi saya nggak tanggung jawab, lho, kalo’ situ lantas bisa jadi lesbian juga. Saya ‘kan cuma kasih contoh saja.”, jawabku sembari mengangkat bahu dan Bu Soni hanya tersenyum.

Kemudian aku cepat-cepat berpakaian karena ingin segera sampai di rumah, khawatir suamiku curiga dan berprasangka yang tidak-tidak. Waktu aku pamit, Bu Soni masih dalam keadaan telanjang bulat berdiri di depan kaca menyisir rambut. Untung kejadian ini tak pernah sampai terbuka sampai aku tulis cerita yang aneh dan lucu ini. Soal bagaimana kemesraan Bu Soni dan suaminya selanjutnya, itu bukan urusan saya tetapi yang penting kelezatan liang kewanitaan Bu Soni sudah pernah aku rasakan.

Gairah Tanteku

Cerita Panas ini terjadi saat gw masih berumur 16thn dan masih bersekolah di salah satu SMA di Jakarta. Nama gw Doni peranakan Canada – Indonesia so kata teman-teman wajah gw lumayan….ganteng_hehehe.dengan tinggi 180cm bisa dibilang gw di atas rata2 jadi bakal gampang ngegaet kaum hawa. Gw lahir di Canada tapi wktu umur 10thn Papa ditugasin tuk balik lg kerja di Jakarta so gw juga ikut,mula2 Jakarta asing juga bagi gw tapi lama kelamaan gw juga dapat terbiasa.
Terus terang walau lama tinggal di Luar pemikiran gw lebih condong ke pemikiran timur coz nyokap tetap berpegang teguh pada adat istiadat timur and terus menanamkan adat istiadat plus prinsip2 yg keras ma anaknya.awal mula kisah gw ni dimulai saat musim liburan,bokap n nyokap gw balik ke Canada tuk liburan tapi gw ga ikut karena males bgt kalo cuma bentar doank liburan ke sana sogw lebih milih liburan di sini. Sebelum berangkat Mama bilang ma gw kalau nanti bosen di sini mendingan jalan – jalan ke bandung aja sekalian jenguk kakek serta tante Anne(adik Mama) dan seingatku Tante Anne dah lama bgt ga ke Jakarta dan mama hanya berhubungan via telphone doank.
Petualangan dimulai ketika seminggu kemudian gw maen ke Bandung,hari pertama di Bandung gw habiskan melepas kangen ma kakek. hari kedua di Bandung gw minta di antar ma supir ke rumahnya tante Anne. Rumahnya terletak di salah satu kompleks perumahan yg cukup elit di Bandung,sebelumnya mama sudah menelfon dan memberitahukan kepadanya bahwa gw akan datang.
”Doni…..wahh sudah besar sekali kamu sekarang yah,sudah tidak ngeh lagi tante sama kamu sekarang…Hahaha” kira-kira begitulah katanya sewaktu pertama kali melihatku setlah sekian tahun ga ketemu. Wajahnya masih saja seperti yang dulu seakan tidak bertambah tua sedikitpun. ”Oh yah..tuh supirnya disuruh pulang ja nanti Doni pake aja mobil tante kalau mau pulang” gw pun mengiyakan dan menyuruh supir pulang. Hari itu kami banyak bercerita dan tak terasa tiba waktunya untuk dinner.
”makan dulu yuk Don…itu sudah disiapkan makanannya sama bibi”katanya sambil menunjuk pembantunya. ”kita tidak menunggu om joe dulu tante”gw coba menanyakan suaminya.”ga usah lah tadi om sudah nelf dan bilang ga bakal pulang malam ini”tante anne menjelaskan,maklum suaminya tante anne anak salah satu konglomerat di Bandung.rumah sebesar ini Cuma dihuni sendirian bersama pembantunya karena walau dah lama menikah tapi tante yg satu ini mang lom dikaruniai anak.sambil makan kami bercerita panjang lebar.
”kamu berani pulang sendiri semalam ini don”katanya sambil melirik jam dinding yang sudah menunjukkan jam 21.00. ”ahh berani kok tante…”jawab gw. ”mendingan kamu tidur disini aja malem ini deh…nanti tante yang telephone kakek,lagian diatas kan ada kamar kosong”. Aku pun mengiyakan tawaran tante anne dan dalam hati aku mengira dia menyuruhku menginap karena takut sendirian,sumpah ga da sama sekali pikiran negatif tentang tawarannya. ”oh iya…kalau mau mandi air panas pake aja kamar mandi di kamar tante.nanti kamu pakai aja bajunya om joe. Yuk sini”ajak tante anne.aku pun mengangguk sambil mengikutinya.kamar mandi yang dimaksud terletak di dalam kamarnya.
Lalu dia mengambil T-shirt dan celana pendek untuk gw,gw langsung membawa pakaian itu ke kamar mandi,abis mandi gw kaget ngliat tante anne. Dia tidur tengkurap peke aju tidur tipis,kliatan jelas Cdnya tapi gw gax ngliat tali bra di punggungnya.Terangsang juga ngliat pemandangan kaya gitu,kayaknya dia tertidur waktu nonton TV karena Tvnya masih menyala. Gw berjalan ke arah TV untuk matiin tuh TV,melihat adegan panas yg berlangsung di layar kaca mendadak gw langsung diem n ga jadi matiin.gw liat kebelakang tante anne masih tidur , sekedar iseng gw berdiri sambil nonton tuh adegan.
Tiba-tiba terdengar teguran halus tante anne diikuti tawa tertahannnya. Gw malu banget sambil berbalik ke belakang dan mencoba senyum semanis mungkin_wuakakaka,waktu gw berbalik tante anne dah duduk tegak diatas kasur. ”kirain tante dah tidur”gw coba memecahkan kebuntuan otak sambil berjalan keluar kamar. ”Doni..bisa tolong pijit badan tante ga??….pegel semua nih”terdengar suara hlaan nafas panjang dan suara kain jatuh ke lantai.saat gw berbalik mo ngejawab tante anne dah tidur tengkurap but this time dah tanpa baju tidur,satu-satunya yang masih dipakai cuma celana dalam….Thanks god >_< ”
Kayak kucing dikasih ikan asin…gw pun langsung jalan mendekati tante anne.sedikit canggung langsung gw letakkan tangan di bahunya. ”Om Joe kapan pulang tante?”iseng nanya coz takut di gerebek ma suaminya. ”hhhmmm…kalau om tuh jarang pulang,kebanyakan meeting ke luar kota kayak sekarang ini”jawab tante anne. ”Fffffuuuh…”Ngedenger kata luar kota helaan nafas panjang terdengar dari mulut gw.
”turun dikit donk Don…masa di bahu terus”pinta tante anne,aku pun langsung menurunkan pijitan ke daerah punggung. Tak lama kemudian ”kamu duduk aja di atas pantat tante…supaya lebih kuat pijitannya…”gw yang tadi duduk di sampingnya langsung mengambil posisi ke atas pantatnya. ”uungnnnghh…berat juga kamu..”dengus tante anne. ”Heehehehe…tadi katanya disuruh duduk di sini…”jawab gw asal coz dah ga konsen gara2 pantatntya yang empuk banget. Alat kelamin gw dah tegang banget,sesekali gw tekan ke belahan pantatnya tante anne.
”Sudah belom tan..??dah cape nih!!!”kata gw setelah tangan dah kerasa pegel. ”iyah….kamu berdiri duludeh…tante mu balik…”,aku berdiri dan tante anne sekarang berbalik posisi. Sekarang gw bisa ngliat wajahnya yg cantik serta payudaranya yang masih kenceng itu tepat di hadapan gw.puting susunya yang merah kecoklatan terlihat begitu menantang. Gw sampe bengong ngliat gituan.
”hey pijit bagian depan donk sekarang…”katanya. Gw duduk diatas pahanya,langsung ja gw remas dengan lembuat kedua teteknya. ”Geli….hihihihi”cekikikan dia. gw benar-benar dah ga bisa ngendaliinafsu gw lagi. Gw tarik celana dalamnya dengan agak kasar,gw akui inilah pertama kalinya ngliat wanita telanjang secara nyata di depan mata. Tante anne membuka lebar kedua pahanya begitu celana dalamnya gw lepas dan langsung mem*knya lengkap dengan sang klitoris yg dihiasi bulu halus yg dicukur rapi membentuk segitiga indah. ”kamu sudah sering beginian Don…??”,tanyanya, ”Ehhh…….tidak koq…baru kali ini tante..”jawabku dengan nafas yang semakin memburu..kata – kata pun sudah sulit tuk gw ucapkan. Nafas tante anne juga sudah gax tenang,kliatan dari dadanya yg dah mulai naik turun ga teratur.
”Jilatin donk sayang….”katanya memelas dengan mata sayu yang dah sangat meminta tuk gw puaskan. Mulanya ragu juga tapi gw dekatkan juga kepala gw ke mem*knya. ga ada bau sama sekali,pasti tante anne rajin ngerawat MQ’nya. Gw kluarin lidah menjamah mem*knya menjilati dari bawah menuju pusar . beberapa menit lidah gw bermain dengan mem*knya tante anne sudah mengerang dan menggelinjang kecil menahan nikmat. Gw berdiri sebentar dan melepaskan semua pakaian. Bengong dia ngliat kont*l gw yg 18 cm itu,gw Cuma tersenyum dan melanjutkan permainan lidah gw di mem*knya dia. Beberaa saat kemudian ia meronta menjepit kepalaku dngan pahanya lalu menekan kepala gw dengan kedua tangannya supaya lebih menempel lagi dengan mem*knya yang dah basah….
Ngeliat dia kyak gitu,langsung ja gw kulum klitorisnyadan memainkannya dengan lidah di dalam mulut, beberapa lama gw meraasakan cairan hangat semakin banyak mengalir keluar dari alat kelaminnya. ”Aaaarrrrgghhh….jilatan kamu enak banget Don”,kata tante anne waktu mencapai klimaks pertamanya. ”benar-benar hebat lidah kamu Don,tante sudah ga kuat lagi berdiri…dah lama tante ga puas kaya gini”,gw Cuma tersenyum kecil..perlahan ge tarik kedua kakinya ke pinggir tempat tidur,gw buka pahanya selebar-lebarnya dan skarang mem*knya dah terbuka lebar.
Nampaknya dia masih nikmatin peristiwa tadi dan ga sadar yang sedang gw lakuin. Begitu dia sadar kont*l gw sudah menempel di bibir mem*knya. Ia menjerit tertahan,lalu ia pura2 meronta nggak mau,gw juga ga tahu cara memasukkan kont*l gw karena punya tante anne berbeda banget ma punya bule yang sering gw liat di DVD2 blue. Lubangnya tante anne kecil banget mana bisa masuk neh pikir gw. Tiba2 gw ngerasain tangan tante anne memegang kont*l gw dan membimbing ke mem*knya,
”tekan disini yach don…tapi pelan – pelan,punya kamu gede banget…”pelan ia membantu senjata gw masuk ke dalam mem*knya. Belum sampai sperempat bagian yang masuk dia dah kesakitan dengan tangan kirinya yg masih menggenggam kont*l gw menahan laju masuknya agar tidak terlalu deras sementara tangan kanannya meremas kain sprei,kadang memukul tempat tidur. Gw ngerasain alat kelamin gw kaya di urut-urut di dalam, gw berusaha menekan lebih dalam tapi tangan tante anne menahannya. Langsung ja gw tarik tangannya and gw dorong masuk smua batangan gw yang dah tegang banget,”Doniii…..”,teriaknya sambil meluk badan gw kenceng banget.
Tante anne mengerang dan meronta,gw suka banget sensasi mukanya yang binal. Ga sabar lagi langsung gw pegang pinggulnya supaya berhenti meronta. Langsung gw pompa tubuh tante seiring kont*l gw yg keluar masuk dalam mem*knya, ”terusss Doni..puasin tante lagi sayang…”,bisik tante anne di telinga gw sambil matanya merem melek dan kukunya mencakar seluruh punggung gw . setelah lamaan dikit tante anne menggerakkan pinggulnya seiring dengan goyangan gw. ”tanteeee…..enak banget goyangannya..”gw mencoba ngeluari kata biar dia lebih bersemangat nggoyang pinggulnya.
Tiba – tiba gw ngerasain mem*knya menjepit barang gw dgn kuat,tubuh tante anne mulai menggelinjang hebat dengan nafas yang ga karuan. ”Tante sudah mau keluar Don…kamu masih lama ga sayang,tante pengen kita klimaks bareng”,katanya dengan mata merem melek. Aku tak menjawab hanya mempercpat goyanganku,tante anne menggelinjang dengan hebat,kurasakan cairan hangat keluar membasahi pahaku…;Kurasakan aku juga sudah mau keluar,kusemprotkan saja seluruh cairanku di dalam kelaminnya. ”Argghhhh tante… ”kataku ketika cairanku membasahi alat kelaminnya dan kulihat tante anne hanya mendesis panjang…….
”Kamu hebat ..sudah lama tante tidak pernah klimaks_kita mandi lagi yuk..lengket nieh”,ia berjalan ke kamar mandi dan aku mengikutinya. Kami mandi sambil berpelukan di bawah siraman shower air hangat.
“Luv u so much tante….”,batinku sambil memeluknya

Gairah Sepupu

Perkenalkan namaku Steven, aku baru saja menginjak umur 30 tahun. Nama panggilan akrabku adalah Steve. Sekarang aku bekerja di suatu perusahaan multimedia design & marketing di Jakarta. Focus dari pekerjaanku lebih menuju ke arah website design. Statusku masih belum menikah, dan juga masih belum punya pacar yang serius.

Aku adalah anak kedua dari 3 bersaudara. Kakak dan adikku laki-laki semua. Sekarang kakak kandungku telah berkeluarga, dan tinggal di Denpasar. Adik kandungku baru saja menyelesaikan kuliah-nya di Jakarta, dan kami tinggal bersama. Sejak aku pindah ke Jakarta, orang tua kami membeli rumah di Jakarta agar aku dan adikku tidak gampang terpengaruh oleh sifat dan kebiasaan anak-anak kost yang tidak benar. Memang aku akui itu kekhawatiran yang berlebihan, tapi bagi kami itu adalah berkat karena telah diberi tempat tinggal oleh mereka.

Kakak sulungku sejak tamat SMA (sekarang SMU) langsung pindah ke Denpasar, Bali. Dia mengambil bidang kedokteran, dan kini sekarang Dia berhasil membuka praktek sendiri di Denpasar dan menetap di sana. Setelah lama Dia berpindah dari 1 tempat ke tempat lain di daerah terpencil untuk ujian praktek dan juga karena suruhan pemerintah.

Aku ingin menceritakan pengalaman mengesankan sewaktu aku masih kuliah di kota pahlawan (Surabaya) hampir 10 tahun yang lalu. Pengalaman ini melibatkan hubungan aku dengan kakak sepupuku yang berumur 5 tahun lebih tua dari aku. Kalau aku pikir-pikir lagi sekarang, keperjakaanku diambil oleh kakak sepupuku sendiri, dan tidak ada rasa penyesalan di dalam diriku. Atau mungkin karena aku adalah lelaki, jadi masalah keperjakaan tidak terlalu penting bagi kami kaum Adam.

Kakak sepupuku bernama Jesi, tapi sejak kecil aku selalu memanggilnya Ci Jes atau hanya Cici yang artinya kakak perempuan. Kami berasal dari kota yang sama yakni kota Surabaya. Jesi adalah anak dari kakak perempuan ibuku. Dia adalah anak bibi yang sulung dari 3 bersaudara.

Jesi pada saat 10 tahun yang lalu berwajah cantik, putih, dengan tinggi badan 165 cm. Dadanya montok, meskipun tidak begitu besar. Tapi pinggulnya bukan main indahnya.

Aneh-nya anak dari ibuku semua-nya lelaki, sedangkan anak dari bibi semua-nya perempuan. Rumah kami tidaklah jauh, dan sewaktu masih SMP dan SMA, Jesi selalu mampir ke rumahku hampir tiap 3 kali seminggu. Karena tempat les private matematika, dan fisika-nya hanya beberapa meter dari rumahku. Jadi daripada pulang ke rumah-nya dulu seusai sekolah, dia memilih untuk mampir di rumahku untuk makan siang lalu berangkat lagi ke les private-nya.

Bisa dikatakan meskipun umur kami beda 5 tahun, tapi kami sangat akrab. Jesi ramah, lembut, dan sangat perhatian kepada kami. Kami menganggap Jesi seperti kakak kandung sendiri. Tapi aku selalu merasa Jesi memberi sedikit perhatian lebih kepadaku. Waktu itu aku berpikir mungkin karena kakak sulungku hampir seumur dengan-nya, dan adik bungsuku umur-nya beda amat jauh darinya. Tapi setelah kejadian malam itu, aku baru mengetahui kenapa Jesi memberikan perhatian lebih kepadaku.

Jesi sering bercurah hati denganku, meskipun waktu itu aku masih duduk di bangku SD. Kadang-kadang aku tidak mengerti apa yang dia omongkan. Kalau dia tertawa, aku pun ikut tertawa. Meskipun aku waktu itu tidak tau kenapa harus tertawa. Mengingat-ingat itu lagi, aku bisa tertawa sendiri sekarang. Jiwa anak-anak masih lugu dan murni.

Semenjak tamat SMA, Jesi pindah ke Bandung dan kuliah di sana. Sejak kepindahan Jesi, terus terang aku merasa kehilangan dan kadang-kadang rindu dengan-nya. Hanya setahun 2 kali Jesi pulang ke Surabaya, dan itu hanya untuk beberapa minggu saja. Dan yang mengesalkan, tiap kali Jesi pulang, selalu saja saat aku harus menghadapi ujian umum. Jadi waktuku untuk bermain-main dengan dia sangatlah terbatas.

Aku juga pernah sempat cemburu oleh lelaki yang sekarang menjadi suami Jesi, sewaktu Jesi membawa-nya pulang bertemu keluarga-nya dan keluargaku. Rasa cemburu ini sangatlah beda. Tidak sesakit rasa cemburu terhadap pacar sendiri. Mungkin rasa cemburu karena takut akan kehilangan kakak kesayangan saja. Lelaki itu bernama Bram. Bram berasal dari kota Samarinda, yang kebetulan kuliah di universitas yang sama dengan Jesi.

Hubungan Bram dan Jesi terus berlangsung sampai akhir-nya seusai kuliah, mereka memutuskan untuk segera menikah. Keputusan menikah ini atas permintaan Bram, karena dia harus kembali ke Samarinda dan melanjutkan usaha orang tua-nya. Jesi menikah di usia-nya yang ke 24 tahun. Tentu saja setelah menikah Jesi harus ikut Bram ke Samarinda.

Semenjak kepindahan Jesi ke Samarinda, hubungan kami sempat terputus selama 2 tahun. Dan kabar tentang Jesi hanya bisaku dapatkan dari bibi (ibu Jesi) saja. Pada saat itu Jesi masih belum dikaruniai seorang anak. Tiap kali aku bertanya kepada bibi mengapa sampai saat itu Jesi belum memiliki momongan, jawaban bibi selalu saja sama, yah antara kesibukan Jesi membantu usaha Bram atau Jesi sendiri masih belum siap memiliki momongan.

Ternyata memang benar, sejak Jesi menikah dan pindah bersama Bram di Samarinda, usaha Bram benar-benar lancar dan berkembang pesat. Bram memiliki toko yang luas dan terbagi menjadi 2 bagian. Bram menangani usaha business dibidang handphones dan aksesorinya. Sedangkan Jesi menangani usaha business di bagian konveksi dan aksesorinya seperti jepit rambut, anting-anting, dan sebagainya. Bram dan Jesi sering terbang ke Jakarta untuk order handphones, dan barang-barang model terbaru di Indonesia untuk dijual di toko mereka.

Suatu hari setelah 2 tahun lama-nya tiada kontak dengan Jesi. Tiba-tiba Jesi terbang ke Surabaya karena rindu dengan orang tuanya. Bram tidak datang bersamanya dan Jessi hanya tinggal untuk 10 hari saja. Tapi kunjungan kali ini tidak tepat pada waktunya. Rencana Jesi pulang ini untuk memberi kejutan buat orang tuanya, malah dia lebih dikejutkan lagi oleh orang tuanya. Waktu itu bibi dan paman harus terbang ke Thailand karena liburan dan tidak mungkin dibatalkan karena tiket dan semua akomodasinya sudah dibayar. Jadi Jesi bertemu dengan bibi/paman hanya untuk 2/3 hari saja. Selanjutnya Jesi harus menjaga rumah dan kedua adiknya. Saat itu aku masih duduk di bangku kuliah, dan kebetulan baru memasuki semester baru. Tiada kesibukan yang berarti di saat kami baru memasuki semester baru.

Pada hari Jumat siang (kira-kira jam 2 siang), sepulang dari kuliah, aku langsung memutuskan untuk pulang ke rumah saja. Tidak seperti biasanya. Biasanya setiap hari Jumat, aku dan teman-teman kuliah pasti langsung ngafe atau istilahnya ngeceng (kalo bahasa kami bilangnya ‘mejeng’) di mall. Waktu tiba di rumah, Jesi sudah ada di sana dan lagi menonton VCD bersama pembantu.

“Halo Ci Jes, kapan datang?”, sapaku.
“Halo Steve. Baru aja datang. Cici bosan di rumah. Tara dan Dina lagi keluar tuh ama cowok-cowoknya. Jadi cici bosan di rumah sendiri. Jadi yah pindah aja di sini.”, jawabnya ringan.
“Ci Jes dah makan belum?”, tanya saja.
“Sudah tadi. Tuh ada ikan goreng ama sambel lalapan mbak punya. Mantep tuh!”, canda Jesi sambil melirik ke pembantuku.

Aku kemudian masuk kamar dan mengganti pakaian rumah. Jesi waktu itu sedang nonton film Armageddon (Bruce Willis). Salah satu film favoritku. Kemudian aku join dengannya nonton bersama-sama sambil makan siang di depan TV. Tapi memang benar, ikan goreng sambel lalapan pembantuku memang tiada tandingannya. Sempat saja aku tambah 2/3 piring.

Di tengah-tengah menonton VCD, pembantuku menawarkan kami jus buah. Tentu saja tawaran yang tidak boleh dilewatkan. Di siang bolong begini, jus buah segar adalah penawar yang paling tepat.

Aku duduk di atas sofa sambil kakiku naik di meja, dan Jesi duduk pas di sebelahku. Semakin lama Jesi semakin mendekat ke aku. Aku tidak begitu perduli karena aku sudah terbiasa dengan itu. Bau harum rambutnya sempat tercium saat itu. Jesi tampak bosan, mungkin karena dia telah nonton film itu dulunya.

“Steve, cici bosan nih!”, katanya.
“Trus Ci Jes mau ngapain?”, tanyaku.
“Ngga tau nih. Mau ke Thailand cici.”, jawabnya sambil tertawa.
“Ya sono, beli ticket! Steve anterin deh sekarang”, responku seadanya. Tiba-tiba Jesi mencubit perutku.
“Ci Jes mau ke mall ngga?”, tawaranku.
“Malas ah. Mall mall melulu. Ngga ada yang lain?”, tanya Jesi.
“Ada. Mau ke Tretes? Nginep di sono.”, tawaranku lagi.
“Boleh sih, tapi ngga hari ini. Masih panas dan macet lagi jam-jam gini.”, jawabnya.
“Trus sekarang Ci Jes mau ngapain?”, tanyaku sekali lagi.
“Ke kamar Steve yuk. Ada computer game baru ngga?”, tanya dia.
“Liat aja sendiri.”, jawabku santai.

Kemudian kami cabut dari depan TV dan membiarkan pembantuku nonton film itu sendiri. Di kamar aku menyalakan AC dan computer. Aku membiarkan Jesi main-main computerku, dan aku hanya berbaring di tempat tidur sambil membaca komik manga. Ternyata Jesi tidak jadi main game computer, tapi malah browsing-browsing foto-foto yang aku scanned sendiri. Jaman itu digital camera masih mahal dan kualitasnya jelek, tidak seperti saat ini. Jesi terlihat senyum-senyum sendiri melihat foto-foto kami waktu masih kecil.

Tiba-tiba bak kesambar petir, Jesi membuat aku mati kutu. Aku lupa total kalau di computer itu banyak koleksi film-film porno yang aku dapat dari teman-teman kuliah.
“Hayo apa ini, Steve?!”, tanya dia sedikit menyindir.
“Weleh Ci Jes jangan buka itu dong! Barang privacy! Khusus laki-laki.”, jawabku seadanya.
“Emang cewek ngga boleh liat yah?”, tanya dia menyindir lagi.
“Kalo cewek mau liat, boleh aja, tapi liat nanti saja atau kapan-kapan, jangan sekarang.”, jawabku sambil malu tidak karuan.
“Cici mau liat sekarang boleh kan?! Lagian cuman begini saja. Steve lupa yah, cici kan sudah punya suami.”, jawab dia lagi.
“Ya udah. Terserah Ci Jes. Tapi suaranya dikecilin yah. Ntar mbak kedengaran lagi.”, pintaku.

Tanpa basa-basi, Jesi langsung putar aja film-film porno itu. Anehnya seakan-akan Jesi terlihat menikmati film-film porno tersebut. Koleksiku termasuk banyak dan dari banyak negara, ada Amrik, Australia, Canada, Jepang, Hongkong, Taiwan, Thailand, dan sedikit saja yang Indo. Maklum bokep Indo saat itu masih susah didapat. Berbeda dengan jaman sekarang.

Cukup lama Jesi menonton film-film bokep itu, tiba-tiba aku dikejutkan oleh panggilannya. Panggilan inilah awal dari segalanya.
“Steve, pinjitin cici dong? Minta mama tuh beliin kursi belajar yang enak. Bikin pegal aja.”, kata Jesi.
Terus terang sejak dulu, aku tidak pernah sungkan-sungkan untuk memijat Jesi apabila dia minta. Tapi kali ini aku keberatan, karena Jesi sedang nonton film porno. Sejak tadi aku pengen keluar dari kamar, dan membiarkan Jesi nonton sendirian. Tapi juga ada sedikit rasa ngga enak kalo meninggalkan dia sendiri. Aku berdiri di posisi yang serba salah. Akhirnya aku memutuskan untuk memenuhi permintaan Jesi.

“Ehmm…ehmmm…”, suara Jesi keenakan.
“Kurang keras, ci Jes?”, tanyaku.
“Cukup steve. Tapi rada turun ke lengan sedikit yah.”, pinta Jesi.

Sekarang mau tidak mau aku ikut nonton film bokep itu bersama Jesi. Aku tidak berani berkata apa-apa. Malu dan risih itu alasan yang paling tepat. Aku akui sejak dari tadi rudal aku sudah cukup berdiri, tapi masih belum maksimum.

Cukup lama aku memijat pundak dan lengan Jesi. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan suaranya yang membuat jantungku seakan-akan mau copot.
“Steve, pengen pijet susu cici ngga?”, tanya Jesi.
Jeblerrr, kayak kesambar petir, ingin segera pingsan saja aku dengan pertanyaan Jesi itu.
“Err … maksud ci Jes apa yah?”, tanyaku pura-pura bego.
“Iya, cici tanya Steve. Pengen ngga pijet susu cici?”, jawab Jesi sambil tangannya meraba payu daranya sendiri.
“Err … “, hanya itu yang bisa saja jawab.

Dengan malu-malu aku turunkan kedua telapak tangan aku menuju kedua payu daranya, dan meremasnya lembut. Tubuh Jesi tiba-tiba terkejut sejenak, kemudian santai lagi. Hanya beberapa detik saja, tiba-tiba Jesi berkata:
“Steve, stop dulu. Bentar, cici mau lepas BH dulu.”
Gila benar nih, aku dibikin ngga karuan saja. Jesi melepaskan BH nya dari dalam kaos putihnya tanpa menanggalkan kaosnya.
“Nah, kalo begini Steve lebih leluasa.”, katanya santai.

Terang aja, aku bisa merasakan daging lembut yang menonjol jelas dia dadanya, meskipun masih terbungkus kaos putihnya. Aku menelan ludah, malu, risih, grogi tapi kedua telapak tangan masih meremas-remas payu daranya. Rudal penisku sekarang menjadi berdiri tegak, dan amat keras.

“Ehmm…ehmmm…ahhh”, suara Jesi perlahan-lahan berubah seperti suara pemain wanita di film bokep yang sedang kami tonton. Tangan kanan Jesi sekarang sudah tidak memegang mouse computer lagi, tapi meremas telapak tanganku yang sedang sibuk meremas-remas payu daranya.

Aku benar-benar masih hijau dibidang beginian. Edukasi seks yang aku dapatkan hanya dari film-film bokep saja. Reality seks experience masih belum pernah sama sekali. Ini saja pertama kali aku meraba, meremas payu dara seorang wanita.

“Ahh… Steve … ahhh … “, suara Jesi makin sexy dan inilah pertama kali aku melihat wajah Jesi dalam keadaan terangsang alias horny. Kakak sepupu yang biasanya manis dan lembut, kini berubah menjadi wanita yang sedang haus akan seks. Aku tidak pernah menyangka kalau Jesi ternyata sangat mahir di bidang ini.

Tanpa sungkan-sungkan lagi, Jesi bertanya dengan vulgarnya, “Steve, pengen gituan ama cici ngga?!”.
“Anu, gituan apa ci?”, tanyaku pura-pura bego lagi.
“Steve jangan pura-pura bloon ah”, jawab Jesi sambil mencubit tanganku.
“Tapi Steve emang ngga tau, pengen gituan apa sih?”, jawabku masih pura-pura lagi.
“Idihh Steve, reseh nih. Maksud cici itu, Steve pengen ngga ngentot ama cici?”, kali ini pertanyaannya semakin bertambah vulgar.

Istilah ‘ngentot’ jarang dipakai di Surabaya waktu jaman itu. Istilah ini umum dipakai di Jakarta dan sekitarnya. Mungkin karena dulunya Jesi pernah kuliah di Bandung, jadi istilah ini sudah biasa diucapkan olehnya.

“Hah?! Yakin nih ci Jes? Di sini sekarang? Ntar kedengaran mbak loh.”, jawab panik.
“Kunci aja pintunya. Kayaknya mbak lagi tidur siang. Lagian kita putar musik aja biar ngga kedengeran.”, jawab Jesi.

Tanpa diberi aba2, dengan cepat aku mengunci pintu kamar, kemudian menutup film bokep tadi dan menggantikannya dengan mp3 program. Jesi sudah berbaring di atas ranjangku sambil memandangku yang sedang berdiri di samping ranjang. Tidak tahu harus mulai dari mana.

Seakan-akan mengerti dengan tingkah lakuku yang mau hijau. Jesi kemudian menarik tubuhku agar bergabung dengannya di atas ranjang. Tanpa malu-malu, tangan Jesi menjulur ke dalam celana boxerku, dan dengan singkat saja batang penisku telah digenggamnya dengan mudah.

“Wah, kok dah tegang nih?”, tanya Jesi menggoda.
“Ah, ci Jes bisa aja nih?”, jawabku malu-malu.
“Steve pernah ngga gituan ama cewek lain?”, tanya Jesi penasaran.
“Menurut ci Jes gimana?”, jawabku malu-malu.
“Kalau menurut cici sih, kayaknya belum pernah yah. Steve masih malu-malu gitu … tapi MAU!”, godanya lagi.
“Cici ajarin Steve yah. Tapi ini untuk kali ini saja. Tidak bakalan ada lain kali. Cici mau ambil Steve punya perjaka.”, kata Jesi sambil tertawa.

Aku seperti tidak mengenal Jesi sebagai kakak sepupuku yang seperti biasanya. Perasaan sayang aku sebagai adik sepupu terhadap kakak sepupu berubah menjadi perasaan nafsu birahi. Pengen sekali aku menidurinya dan menikmati tubuhnya dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Dengan segera saja kulepas semua pakaian yang aku kenakan termasuk celana boxerku. Kini aku yang terlanjang bulat. Mungkin karena terlalu nafsu dan grogi, aku sampai lupa kalau Jesi masih berpakaian lengkap. Brrr… semburan angin AC benar-benar dingin. Dengan segera aku matikan AC di kamar. Reflek tubuh aku untuk menghindari dari masuk angin.

“Ci Jes, ngga lepas baju?”, tanya aku lugu.
“Ntar dulu, pelan-pelan dong sayang.”, jawab Jesi santai.

Terus terang panggilan kata ’sayang’ di sini berbeda sekali rasanya dengan kata ’sayang’ yang sering Jesi ucapkan dulu-dulunya. Kali ini seakan-akan kata ’sayang’ yang berarti seperti ‘aku milikmu’ atau ‘nikmatilah aku’, atau apalah gitu. Yang pasti berbau seks.

Aku berbaring di atas ranjang dengan posisi badan terlentang, kedua telapak tangan di atas perut, dan dengan batang penis yang menegang. Jesi seperti mengerti apa yang harus dia perbuat. Jesi mengarahkan tubuhnya diatas tubuhku dan memulai actionnya.

Pertama-tama dia mencium leherku, kemudian menjilati kuping aku. Tentu saja bulu romaku berdiri dibuatnya.
Aku mencoba mencium bibirnya, tapi tiap kali aku mencoba, Jesi selalu menghindar saja.
“Ci Jes, Steve mau cium bibir cici.”, kataku.
“Jangan Steve. Ciuman bibir kan hanya buat pacar. Cici kan bukan pacar kamu.”, jawab Jesi.

Aku hanya mengangguk saja pertanda setuju, dan kemudian membiarkan dirinya menjelajahi seluruh tubuhku. Jesi benar-benar mahir dalam bidang beginian. Dia dengan cepat bisa mengetahui dimana titik kelemahanku tanpa harus bertanya kepadaku. Dengan tanpa ragu-ragu dia mengulum lembut batang penisku, dengan sesekali menjilat-jilatnya. Tubuhku bak melayang di surga, setiap hisapan yang dia berikan terhadap batang penisku membuatku melayang-layang.

Cukup lama dia bermain dengan batang penisku, akhirnya dia berhenti dan membuka kaosnya. Oh my gosh, pertama kali ini aku melihat sepasang payu dara indah milik Jesi. Selama aku hanya menikmati bagian atasnya saja yang putih mulus ditutupi oleh baju renang. Kali ini semuanya terbuka lebar. Begitu putih, mulus, dan warna putingnya yang coklat muda menantang di depan mataku.

Jesi menyuruhku mengulum puting susu-nya. Untuk yang ini aku bisa, seperti mengulum permen cup-pa-cup saja.
“ahh … ahh …”, terdengar suara erangan halus Jesi. Dia berusaha menahan suaranya agar tidak terdengar oleh pembantuku.
“Steve, tolong lepas celana cici dong?!”, pintanya lembut. Tentu saja tawaran yang mahal. Dengan segera aku lepaskan celana jeansnya plus celana dalamnya.

Sekali lagi … OH MY … aku menjadi sesak napas sekarang. Aku sekarang bisa melihat memek Jesi dengan jelas. Sungguh indah, lebih indah dari memek-memek yang pernah aku lihat dari film-film porno. Jembutnya juga halus dan tidak begitu lebat. Paha-nya mulus, dan perutnya langsing. Tidak pernah terpikir olehku sebelumnya bahwa Jesi se-sexy ini. Walaupun telah menikah lebih dari 2 tahun, Jesi masih rajin merawat bentuk tubuhnya.

Terpintas di dalam pikiranku untuk menjilat-jilati memek milik Jesi seperti yang sering aku lihat di film bokep. Tapi niat ini ditolak oleh Jesi, mungkin karena takut aku tidak tahan mencium aroma memek. Jadi aku hanya diperbolehkan untuk memainkan tanganku di bagian itilnya. Memek Jesi lembut sekali dan kini menjadi basah. Suara erangan nikmat Jesi semakin menjadi-jadi, dan kadang-kadang sedikit terlepas kontrol.

“Steveee, ahhh … ahhh … geli Steve…”, suara Jesi yang sedang bernapsu.
“Enak ci Jes?”, tanyaku. Tapi Jesi seakan-akan tidak mendengar pertanyaan ini. Dia masih tetap berkonsentrasi dan menikmati setiap sentuhan-sentuhan yang aku berikan.

Memek Jesi semakin basah dan licin. Kali ini tubuhnya sedikit menegang. Saat itu aku tidak mengerti apa yang akan terjadi dengannya, yang terdengar dari mulutnya hanya “Steve … ahh ahh … cici mau datangggg … cici mau datanggg”. Hanya dalam hitungan detik, tiba-tiba tubuh Jesi mengejang dan menjerit keras. Aku panik dan segera saja aku tutup mulutnya dengan tanganku. Napasnya terengah-engah, dan memelukku sekencang mungkin. Tubuh Jesi berkeringat, maklum saat itu AC telah aku matikan, mengingat Surabaya kota yang panas, tidak heran Jesi jadi berkeringat.

“Steve … thank you …”, katanya sambil terengah-engah.
“Steve mau rasain masuk ke sini ngga?”, katanya sambil menunjuk memeknya yang sudah basah. Aku hanya mengangguk malu-malu sambil berkata, “Kalo ci Jes ijinin, Steve mau aja masuk ke sana.”.
“Idih, genit kamu. Jelas cici ijinin dong. Masa cici cuma ijinin pegang. Kan tanggung.”, jawabnya genit.
Kemudian dia menambahkan, “Steve, tapi ini hanya untuk hari ini saja yah. Dan ini hanya rahasia kita berdua saja. Jangan sampai ini terbongkar ke orang lain, apalagi kalo sampai suami cici tau. Cici bisa bunuh diri.”, katanya serius.
“Husss … mana boleh begitu ci Jes”, jawabku tegas.
“Makanya, Steve harus jaga rahasia ini, ok?!”, pintanya. Aku hanya memberikan signal peace, yang berarti ‘I swear’.
“Sekarang Steve ambil posisi di atas cici. Cici tuntun dedek Steve dulu. Jangan sembarangan main tusuk yah?!”, katanya lagi. Aku hanya bisa mengangguk saja.

Dengan mengambil posisi di atasnya, Jesi mencoba menuntun batang penisku masuk ke dalam memeknya. Aku menjadi ngga sabar lagi, pengen cepat-cepat masuk ke dalam. Aku begitu bernafsu saat itu. Selesai berhasil menembus masuk ke dalam memek Jesi, mata Jesi terpejam dan mulutnya bersuara basah “ugghh…”. Saat penisku terbenam di dalamnya, aku belum ingin mencoba memainkan pinggulku. Aku ingin merasakan hangatnya memek Jesi untuk beberapa saat. Pertama kali penisku masuk ke liang vagina wanita.

“Kenapa Steve. Kok diam saja?”, tanya Jesi.
“Steve pengen diam dulu ci. Punya cici anget banget.”, jawabku.
“Enak?”, tanya Jesi sekali lagi, dan aku menganggukan kepalaku.
“Kalau gitu kocok sekarang yah, ntar kalau Steve pengen keluar pejunya, keluarin aja yah. Jangan mencoba untuk ditahan. Ini kan pertama kali buat Steve, jadi cici bisa maklum kalo Steve belum bisa mengontrol keluarnya peju.”, jelas Jesi.

Perlahan-lahan aku memainkan pinggulku. Aku belum terbiasa. Aku sedikit grogi. Jesi membantuku memainkan pinggulku agar dorongan dan irama kocokan batang penisku lebih berirama. Selangkangan Jesi dibuka lebih lebar olehnya, agar memberikan ruangan untukku bergerak lebih leluasa.

“Ahhh…Steve…cepet pinter kamu…yah di sono terus … terus lebih dalam lagi…”, puji Jesi. Aku hanya tersenyum saja.
“Uhhh … ohhh… uhhh…”, desahan Jesi menjadi-jadi. Jesi berusaha sekuat mungkin menahan desahannya agar tidak sampai terdengar terlalu keras. Jesi tampak bernafsu sekali, dan mulai mengeluarkan kata-katanya yang jorok. Aku pun mendengar kata-kata jorok Jesi, menjadi makin bernafsu juga. Aku merasa seperti lelaki satu-satunya yang mampu memuaskan nafsu birahi Jesi.

“Steveee … entotin cici terus … entot cici terus … kontolnya enakkk bangettt sihhh … uuuhhh…”.
Melihat kelakuan Jesi, aku menjadi seakan-akan terbawa olehnya, dan seperti penyakit menular, akupun mulai ngomong yang jorok-jorok pula.
“Iya ci … Steve entotin terus memek cici … kalo bisa entot terus foreverrr …”, kacau deh kata-kataku.
“Steveee … cici mau kencinggg … geliii bangettt … uuhhh …”.
Arti ‘kencing’ di sini bukan bukan air seni beneran, tapi karena terlalu gelinya Jesi merasa seakan-akan pengen kencing. Yang pasti memek Jesi makin basah saja.

“Uhh…ohhh … suka ngga ngentot ama cici … suka ngga? memek cici enak ngga? … “, tanya Jesi kacau.
“Enakkk bangettt cici … enakkk banget … Steve nanti kapan-kapan minta lagi yah? … ngga mau sekali doang, pleaseee …”, mohonku.
“Iyaaa … iyaaa … asal Steve sukaaa … Steve boleh entot cici terusss … uuhh … oohhh”, jawabnya. Aku menjadi amat gembira mendengarnya.
“Ci Jes suka ngentot ternyataa yahhh … baru tau Steve”, kataku.
“Siapaaa di dunia ini yang ngga suka ngentot, heh? Cici juga manusia kann…”, jawab Jesi.

Tubuhku terus memompa-mompa Jesi, dan kali ini aku yang menjadi berkeringat. Hampir seluruh badanku basah, dan itu membuat Jesi semakin bernafsu. Kadang-kadang dia mengusap dadaku yang berkeringat dengan telapak tangannya, dan kadang-kadang menjambak lembut rambutku.
“Ci Jes …ahhh… Steve kayaknya mau meledakkk ntar lagii … gimana nihhh”, kataku panik.
“Keluarin ajaaa kalo dah ngga tahann …”, jawabnya.
“Iyaaa … Steve mau keluarrr ntar lagii … cici siap-siap yah”, kataku lagi. Jesi hanya mengangguk saja.

Kupercepat lagi goyangan pingguku. Jesi menjadi seperti cacing kepanasan.
“Steveee … cici juga mau datanggg … enakk bener kontolnya sihhh …”, puji Jesi lagi.
“Ci Jes … dah dipuncakkk nihhh … ntar lagiii … ntar lagiii …”, kataku ngga karuan.
“Barengan yah sayanggg … ahhh ahhh … cici juga mau datang sayanggg …”, Jesi mengingau.

Mendengar kata ’sayang’ lagi, aku menjadi tambah bernafsu lagi. Bendungan pejuku sebentar lagi jebol, dan aku tau pasti kalau itu bakalan tidak lama lagi.
“Ci Jes … Steve ntar lagiii datanggg …”, kataku memberi aba-aba.
“Iya sayanggg, keluarin yah sayanggg … uuhhh … oohhh ….”.
Selang beberapa detik kemudian …
“Ci Jes … Steve datanggg … ahhhh … ahhhh …”, kataku sambil batang penisku mengeluarkan semua pejunya di dalam liang memek Jesi.
“Ahhh … Steve sayanggg … cici juga keluarrrr … ahhh … ahhh …”, sahut Jesi sambil memeluk tubuhku yang basah kuyung.

Kubiarkan batang penisku menumpahkan lava hangat di dalam liang memek Jesi. Jesi masih memeluk tubuhku dengan napas terengah-engah. Setelah selang beberapa saat, wajah kami saling berhadapan, dan Jesi segera mencium keningku.
“Steve, thank you sekali lagi yah.”, kata Jesi.
“Steve juga thank you buat ci Jes. Ini pengalaman berharga Steve.”, jawabku.
“Ngga nyesel kamu Steve?”, tanya Jesi penasaran.
“Tidak sama sekali.”, jawabku tegas yang kemudian terlihat Jesi tersenyum manis.
“Idih … peju perjaka banyak banget. Ngga cukup memek cici yang menampung. Tapi sekarang dah ngga perjaka lagi nih!”, canda Jesi. Aku hanya tersenyum saja.
“Tapi untuk ukuran perjaka, Steve termasuk hebat loh. Masih saja mampu bikin cici datang sekali lagi.”, pujinya.
“Ci Jes, bener ngga sih kalo cewek menelan peju perjaka bisa awet muda?”, tanyaku bercanda.
“Idih … mana ada yang begituan. Itu kan cuman mitos aja”, jawab Jesi.

Posisi batang penisku masih menancap di dalam memek Jesi. Masih agak keras sih, tapi nafsu birahiku sudah mereda. Aku biarkan batang penisku di dalam sana sambil memeluk tubuh Jesi. Tubuhku basah kuyup, dan untungnya Jesi tidak sungkan-sungkan memeluk tubuhku yang sedang penuh bermandikan keringat. Aku merasa Jesi memang sayang kepadaku.

Tak terasa total waktu kita berperang di atas ranjang lebih dari 3 jam. Jam 6 sorean Jesi pamit pulang, karena dia ada janji dengan teman-teman masa SMA-nya dulu. Pada malam harinya aku menerima sms darinya yang berkata: “Steve, ingat janjinya yah. Jangan bilang-bilang sama siapa-siapa. Ntar cici ngga kasih lagi loh?!”.

Kemudian aku balas smsnya, “Kalau ci Jes mau Steve tutup mulut tentang rahasia ini, tolong sumbat mulut Steve ama susu ci Jes lagi deh.”.

“Idih … masih kurang yah?! Dah ketagihan nih yah?! Ntar sebelon cici pulang ke Smrd, cici kasih lagi deh.”, balesnya.

Malam itu aku tidak bisa tidur, teringat-ingat kejadian erotis siang hari itu. Aku tidak menyangka kakak sepupu yang paling aku sayang dan yang paling aku hormati, kini telah aku tiduri. Aku tidak menyangka kalau Jesi adalah wanita pertama yang pernah aku tiduri. Yang lebih mengejutkan lagi, dia adalah kakak sepupu sendiri yang mana kami berdua masih ada sedikit hubungan darah (antara ibuku dan ibunya).

Ada sedikit rasa bersalah dan menyesal, tapi karena aku masih tergolong pemuda yang gampang bernafsu, aku masih memiliki pemikiran dan harapan untuk meniduri Jesi sekali lagi sebelum dia pulang ke Samarinda. Dan untungnya pemikiran atau harapanku ini tidaklah sia-sia, selama sisa 6 hari liburannya di Surabaya, kami selalu mencari kesempatan untuk ‘bercinta’. Di kamarku, di kamarnya, dan sekali di bak mandi di rumahnya.

Jesi telah berubah bukan saja sekedar kakak sepupu saja, tapi lebih menjadi guru seks-ku. Dia terlihat sangat mahir dalam memuaskan nafsu birahi laki-laki. Jurus goyang pinggulnya dengan posisi dia diatas mampu membuatku babak belur. Seakan-akan dengan posisinya di atas, memeknya terasa seperti meremas-remas dan menyedot batang penisku. Pertama kali Jesi mengenalkan jurus goyang pinggulnya, aku tidak mampu bertahan, dan hanya beberapa kali goyangan pinggulnya, aku langsung ejakulasi. Jesi sempat menyindir canda waktu itu, dan maklum melihat kejadian ini.

Sehabis setelah bersetubuh dengan Jesi, aku banyak bertanya tentang pengalaman seks-nya dengan Bram dan kadang kala aku membandingkan diriku dengan Bram. Tentu saja menurutnya, aku masih sedikit kalah dibandingkan suami-nya sendiri. Tapi Jesi mengakui kalau aku sering ‘bermain’ dengannya, aku akan lebih ‘jago’ daripada suami-nya sendiri. Masalah ukuran penis, Jesi bilang punyaku lebih panjang daripada punya Bram, tapi milik suami-nya lebih melebar kesamping alias lebih gendut. Sewaktu aku menanyakan enak mana yg panjang atau yang gendut, dia menjawab kedua-duanya memiliki keasyikan yang sangat berbeda. Dan dia menambahkan sambil bercanda alangkah lebih baik bila ada yang panjang dan gendut. Langsung aja aku merespon candanya dengan mengajak threesome dengan Bram. Jesi menjawab lebih baik dia mati daripada harus threesome dengan suami-nya sendiri.

Jesi pernah mengaku bahwa dia tidak pernah sebelumnya menaruh perasaan nafsu kepadaku. Hanya karena dia telah hilang kontak denganku lebih dari 2 tahun lamanya, dan sekembalinya dia ke Surabaya, aku telah banyak berubah terutama dari segi fisik. Dia memujiku bertambah tampan, dan bertubuh padat. Mungkin keaktifanku berenang seminggu 2 kali, menjadikan badanku terlihat padat, meskipun tidak gempal. Karena inilah Jesi mengaku bahwa dia sangat mengagumi perubahan fisikku ini, dan akhirnya memberanikan dirinya untuk mencoba seducing atau menggodaku secara seksual atau singkatnya bermain api denganku. Sebenarnya dia sendiri takut bukan main sebelum persetubuhan kami yang pertama. Takut akan penolakanku, dan takut apabila ketahuan pembantu rumahku. Tapi semenjak persetubuhan pertama kami berhasil, Jesi mengaku menjadi semakin bernafsu denganku. Tidak heran setiap kali aku meminta jatah untuk menyetubuhinya, dia tidak pernah menolak sekali pun. Kalau saja situasinya tidak mengijinkan, dia hanya berbisik atau memberi tanda untuk menahan nafsuku dulu sampai nanti situasinya mengijinkan.

Kepulangan Jesi ke Samarinda menjadi pil pahit buatku. Karena guru seks-ku meninggalkanku di Surabaya sendiri. Hampir tiap hari aku ber-masturbasi sendiri sambil membayangkan memori-memori indah menyetubuhi Jesi. Aku merasa seperti pecundang saat itu, karena hanya masturbasi yang bisa aku lakukan. Sering aku menelpon Jesi lewat hp-nya, menceritakan betapa berat aku ditinggal olehnya, dan betapa rindunya aku dengannya. Jujur saja, aku hanya rindu akan kehebatannya ‘bercinta’, bau tubuhnya, dan nikmatnya ejakulasi di dalam liang memeknya. Perlu diketahui bahwa selama bersetubuh dengan Jesi waktu itu, aku tidak pernah memakai kondom sekalipun, bahkan belum pernah memegang apa itu kondom sampai hubungan seks berikutnya dengan pacar pertamaku. Aku tidak pernah menanyakan apa Jesi oke saja dengan aku berejakulasi di dalam liang memeknya. Sempat aku kuatir apabila dia hamil karena spermaku. Namun aku lega karena setelah 1.5 tahun kemudian Jesi baru dinyatakan positif hamil. Jadi jarak waktunya berbeda jauh dengan kekhawatiranku.

Semenjak itu, aku belum pernah lagi ‘bercinta’ lagi dengan Jesi. Meskipun kadang-kadang setiap kali pulang ke Surabaya, aku sempat mengajaknya ‘1 kali saja’. Tapi ajakanku selalu ditolaknya, karena Bram ada di sana pula bersama anaknya yang baru lahir. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk pindah ke Jakarta, mencari karirku di sana.

Aku belajar banyak dari Jesi, dia selalu memberiku tips-tips cara menaklukkan wanita di atas ranjang. Meskipun kami sudah tidak pernah lagi ‘bercinta’, tapi kamu masih tetap berhubungan baik. Seakan-akan tiada rasa bersalah atau rasa aneh semenjak kejadian itu di antara kami. Jesi banyak memberikan nasehat kepadaku tentang perbedaan cinta dan nafsu. Jesi jujur mengatakan kepadaku bahwa saat itu dia hanya nafsu terhadapku, dan hanya ada cinta terhadap Bram.

Tips-tips pemberian Jesi amatlah mujarab dan bervariasi. Bekas pacar-pacarku dan teman-teman ‘one night stand’ di Jakarta (maklum bila di kota metropolis ini, seks bebas telah menjadi rahasia umum) menyukai gaya permainan ranjangku.

Mungkin bila ada kesempatan, aku akan menceritakan pengalaman menarik lain yang aku alami dengan bekas pacar-pacarku, dan juga teman-teman ‘one night stand’. Perlu para pembaca cerita seru indodiva tau, banyak wanita-wanita karir dan executive di Jakarta yang tidak mengenakan celana dalam waktu mereka sedang tandang di dugem-dugem Jakarta. Percaya atau tidak, ini kebanyakan mereka lakukan dengan sengaja. Setelah aku tanyakan alasan mereka, salah satunya untuk membuatnya praktis memasukkan batang penis pasangan-nya tanpa diketahui oleh orang-orang sekitar.

Tamat